BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah
pensiun, biasanya antara usia 65 dan 75 tahun. Jumlah kelompok usia ini
meningkat drastis dan ahli demografi memperhitung peningkatan populasi lansia
sehat terus meningkat sampai abad selanjutnya. Professional kesehatan lebih
banyak melungkan waktu dengan lansia dalam perawatan kesehatan, karena itu
mereka harus berfokus untuk mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan khususnya.
Lansia memerlukan bantuan yang lebih besar dalam identifikasi, definisi, dan
resolusi masalah yang mempengaruhi mereka. Insiden masalah kesehatan kronis
yang lebih besar, kemajuan teknologi dan masalah ekonomi, social, dan kesehatan
kontemporer mas kini mendorong professional perawatan kesehatan berfokjus pada
peningkatan harapan dan kualitas hidup ( Stanhope dan Lanscaster, 1992).
Seiring tahap kehidupan lain, lansia
memiliki tugas perkembangan khusus. Hal ini dideskripsikan oleh Burnside
(1979), Duvall (1977), dan Havighurst (1953) dan meliputi tujuh kategori utama.
1.
Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan
fisik dan kesehatan
Menyesuaikan terhadap
masa pensiun dan penurunan atau penetapan pendapatan.
2.
Menyesuaikan terhadap kematian pasangan
3.
Menerima diri sendiri sebagai individu
lansia.
4.
Mendefinisikan ulang hubungan dengan
anak yang dewasa
5.
Menemukan cara unutk mempertahankan
kualitas hidup
Tugas perkembangan ini umum ditemukan
pada lansia. Akan tetapi, cara lansia menyesuaikan perubahan penuaan ini
bergantung pada individu sendiri.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan judul makalah di atasa
penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaiman kondisi perkembangan psikologis
pada lansia ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kondisi Psikologis
Pada Lansi
Terdapat beberapa teori tentang kondisi
psikologis Usia Lanjut. Teori tersebut anatara lain :
1. Teori Psikologis
Teori pelepasan memberikan pandangan
bahwa penyesuaian diri lansia merupakan suatu proses yang secara
berangsur-angsur sengaja dilakukan oleh mereka, untuk melepaskan diri Dari
masyarakat.
2. Teori Aktivitas
Teori aktivitas berpandangan bahwa
walaupun lansia pasti terbebas dari aktivitas, tetapi mereka secara bertahap
mengisi waktu luangnnya dengan melakukan aktivitas lainnya sebagai konpensasi
dan penyesuaian.
Menurut teori ini, peran yang disandang
oleh lanjut usia adalah sumber kepuasan yang besar, semakin besar mereka
kehilangan peran setelah masa pensiun, menjanda, jauh dari anak-anak, atau
imfirmitas, maka semakin merasa tidak puaslah mereka. Orang yang tumbuh menjadi
tua akan mempertahankan aktivitasnya sebanyak mungkin dan menemukan pengganti
bagi perannya yang sudah hilang.
2.2 Teori Perkembangan
Psikososial pada Lanjut Usia
Mas ini dimulai sekitar usia 60 tahun,
ketika seorang mulai meninggalkan masa-masa aktif di masyarakat dan bersiap
untuk hidup menyendiri. Sangat berbeda dengan rata-rata orang ketakutan dengan
datangnnya usia tua. Menurut Erikson, masa ini mungkin masa yang paling
penting, karena ini adalah masa akhir di mana kita harus bersiap untuk
meninggalkan dunia ini. Orang-orang yang putus asa pada masa usia lanjut ini
ditandai dengan meluapnya rasa jijik pada dir mereka sendiri, terhadap
kegagalan mereka, cara mereka menyia-nyiakan hidup. Orang ini sering kali penuh
amarah pada mereka yang juga gagal, menganggap itu hasil kebodohan oarng-orang
itu sendiri. Namun juga amarah dan iri pada yang berhasil. Mereka merasa putus
asa sebab masa-masa ini memang penuh dengan hal-hal yang membuat kita bias
sengsara secara emosional, fisik yang makin melemah membuat banyak lansia makin
tergantung pada orang lain. Celakanya ketergantungan ini dibarengi oleh
kurangnnya kemampuan mencari uang dan menurunyya manfaat bagi orang lain.
Wanita mengalami hal khusus dengan datangnnya menopause, dan banyak yang
melihat datangnya menopause sebagai masa pintu gerbang masa menuju masa tua
yang dipenuhi oleh penyakit-penyakit seperti kanker payudara, kanker rahim dan
osteoporosis. Lelaki yang hidup dari respek orang sekeliling sebagai pencari
uang kini hilang kemampuan cari uangnya pada keinginan kanker rahim dan
osteoporosis. Lelaki yang hidup dari respek oarng sekeliling sebagai pencari
uang kini hilang kemampuan cari uangnya padahal keinginan direspek makin besar
dan mengebu-gebu. Lalu, teman dan saudara mulai menghilang, ada yang mati, ada
yang pindah diboyong keluarganya ke tempat lain dan ada yang levelnya sudah
ganti ( jadi jauh lebih kaya atau jauh lebih miskin) sehingga tidak bias
berteman lagi. Yang paling berat memori dan Regret.
sangat jarang ada orang tua yan tidak menyesali masa lalunya, masa di mana
kenangan ini adalah bahwa mereka tidak punya kesempatan untuk memperbaiki
sehingga ada penyesalan tetapi tidak ada pengobatan. Mereka yang berhasil
mengembangkan Ego Intergrity, masih
memiliki penyesalan tetapi mereka telah berdamai di masa lalu, menerima bahwa
ada hal yang bisa mereka lakukan sebaik mungkin, dilihat dari konteks saat itu,
dan mereka siap apabila harus mati. Kalau mereka yang Despair atau putus asa ini memiliki rasa Disdain atau jijik pada hidupnya, mereka yang menjalai fase ini
dengan tenang dan tanpa penyesalan bila harus mati memiliki Wisdom atau kebijaksanaan. Makin bijak
orang tua, makin baik manfaatnya bagi seluruh keluarganya karena dai bisa
menerima bila mereka kalah sekali waktu dan menang sekali waktu. Mereka yang
putus asa agak lain, dia ingin keluarganya berhasil supaya tidak seperti dia.
Tetapi caranya cenderung memaksa, memarahi, dan menyesali sehingga membuat
orang-orang didekatnya kebingungan melayaninya karena salah terus.
2.3 Aspek Psikologis
Akibat Lanjut Usia
Aspek psikologis pada lansia tidak dapat
berlangsung tampak. Salah satu pengertuian yang umum tentang lansia adalah
bahwa mereka mempunyai kemampuan memori dan kecerdasan metal yang kurang.
Penelitian tentang kemampuan aspek
kognitif dan kemampuan memori pada lansia dalam kelompok dan kemampuan mereka
untuk memecahkan masalah, ternyata tidak mendukung gambaran di atas. Benar
adanya bahwa banyak lansia mepunyai cara berbeda dalam memecahkan masalah,
bahkan dapat melakukannya dengan baik walaupun kondisinya menurun. Akan tetapi,
juga terdapat bukti bahwa lansia mengalami kemunduran mental yang substansial
tau luas.
Adapun
factor psikologis yang menyertai lansia anatara lain:
a.
Rasa tabu atau malu bila mempertahankan
kehidupan seksual pada lansia.
b.
Sikap keluarga dan masyarakat yang
kurang menunjang serta diperkuat oelh tradisi dan budaya.
c.
Kelelahan atau kebosanan karena kurang
variasi dalam kehiddupannya.
d.
Pasangan hidup telah meninggal.
e.
Disfungsi seksual karena perubahan
hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya, misalnya cemas, depresi, dan
pikun.
Perubahan
Aspek Psikososial
Pada umumnya, setelah orang memasuki
lansia maka ia akan mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi
kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian
dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaki lansia menjadi makin
lambat. Kebanyakan trauma dan emosi pada masa lansia muncul akibat kesalahan
konsep karena lansia memiliki kerusakan kognitif. Akan tetapi, perubahan struktur
dan fisiologis yang terjadi dalam otak selama penuaan tidak mempengaruhi
kemampuan adaftif dan fungsi secara nyata (Ebersole dan Hess, 1994). Sementara
fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan
kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat bahwa lansia
menjadi kurang cekatan.
Isolasi
Sosial. Banyak lansia mengalami isolasi social, yang meningkat sesuai dengan
usia. Tipe isolasi social yaitu sikap, penampilan, perilaku dan geografi.
Beberapa lansia mungkin dipengaruhi oleh keempata tipe tersebut; lansia yang
lain hanya dipengaruhi oleh satu tipe (Ebersole dan Hess, 1990).
Isolasi Sikap teradi karena nilai
pribadi atau budaya. Lansiaisme adalah sikap yang berlaku yang menstigmatisasi
lansia. Suatu bias yang menentang dan menolak lansia. Karena itu isolasi social
sikap terjadi ketika lansia tidak secara mudah diterima dalam interaksi social
karena bias masyarakat. Lingkaran setan mungkin terjadi. Seiring lansia semakin
ditolak, harga diri pun berkurang, sehingga usaha bersosialisasi berkurang.
Isolasi penampilan diakibatkan oleh
penampilan yang tidak dapat diterima atau factor lain yang termasuk dalam
menampilkan diri sendiri pada orang lain. Factor kontribusi lain adalah citra
tubuh, hygiene, tanda penyakit yang terlihat dan kehilangan fungsi (Ebersole
dan Hess, 1990). Seseorang diisolasi karena penolakan oleh orang lain atau
karena sedikit interaksi yang dapat dilakukan akibat kesadaran diri.
Isolasi perilaku diakibatkan oleh perilaku
yang tidak dapat diterima pada semua kelompok usia dan terutama pada lansia,
perilaku yang tidak diterima secara social menyebabkan seseorang menarik
diri.perilaku yang biasanya dikaitkan denagn pengisolasian pada lansia meliputi
konfusi, dimensia, alkoholisme, eksentrisitas dan inkontinensia. Perawat dapat
menggunakan teknik modifikasi perilaku untuk membantu menurunkan frekuensi
perilaku tersebut pada lansia (Ebersole dan Hess, 1990).
Isolasi georafis terjadi karena jauh
dari keluarga, kejahatan di kota, dan barier institusi. Dalam masyarakat kini
yang suka berpindah, umumnya anak hidup sangat jauh dari orang tuanya. Sehingga
kesempatan untuk mengunjungi anak-anaknya berkurang. Hal ini menyebabkan
isolasi lebih lanjut jika orang tua yang mepunyai keterbatasan fisik atau
mengalami kematian pasangannya.
Perubahan
aspek psikososial ini meliputi:
1.
Perubahan yang berkaitan dengan
pekerjaan.
Pada umumnya perubahn ini diawali ketika
masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat
menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering
diartikan sebaliknya karena karena pensiun sering diartikan sebagai hilangnya
penghasilan, kedudukan, jabatan, peran kegiatan, status, dan harga diri. Reaksi
setelah oarng memasuki masa pensiun lebih tergantung dari tipe kepribadiannya.
2.
Perubahan dalam peran social di
masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indra
pendengaran, penglihatan, gerak fisik, maka muncul gangguan fungsional atau
bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya, badannya menjadi bungkuk, pendengaran
sangat berkurang, penglihatan kabur, sehingga sering terjadi keterasingan
terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan
kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung
diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis
bila bertemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dengan adanya penurunan fungsi kognitif
dan psikomotor tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang
berkaitan dengan tipe kepribadian lansia.
Kepribadian,
Intelegensia dan Sikap
Menurut Cockburn dan Smith, meskipun
sulit untuk mendefinisikan dan mengukur kepribadian, namun upaya ini tetap
dilakukan untuk mengubah sedikit pemikiran tentang lansia. Walaupun mengalami
kontroversi, tes intelegensia denganjelas memperlihatkan adanya penurunan
kecerdasan pada lensia. Hal ini tidak diungkapkan secara segnifikan dan bahkan
mungkin tidak berpengaruh secara nyata terhadap kehidupan lansia. Sikapnya
tentu berbeda dengan sering bertentangan dengan sikap generasi yang lebih muda.
Semua kelompok lansia sering sulit untuk berubah. Satu hal pada lansai yang
diketahui sedikit berbeda dari orang yang lebih muda yaitu sikap mereka
terhadap kematian. Hal ini menunjukkan bahwa lansia cenderung tidak terlalu
takut terhadap konsep dan realitas kematian. Hal ini mungkin merupakan suatu
gambaran adaptif pada penuaan.
Tipe kepribadian lansia berbededa-beda
menurut kepribadiannya masing-masing. Beberapa tipe kepribadian lansia, antara
lain :
1.
Tipe konstruktif ( Construktive Personality).
Pada masa lanisa, tipe kepribadian ini
biasanya tidak banyak mengalami gejolak, tenang, dan mantap sampai tua, karena
lansia dengan tipe kepribadian ini dapat menerima kenyataan, sehingga pada saat
memasuki usia pensiun ia dapat menerima dengan sukarela dan tidak
menjadikannnya sebagai suatu masalah, karena itu pos power syndrome juga tidak dialami. Pada umumnya karena
orang-orang dengan tipe kepribadian semacam ini sangat produktif dan selalu
aktif, walaupun mereka sudah pensiun akan banyak yang menawari pekerjaan
sehingga mereka tetap aktif bekerja di bidang lain ataupun di temapt lain.
Itulah gambaran tipe kepribadian konstruktif yang sangat ideal, sehingga mantap
sampai lansia dan tetap eksis di hari tua.
2.
Tipe Kperibadian Mandiri ( Independent Personality)
Tipe
kepribadian ini ada kecendrungan mengalami pos
power syndrome apalagi jika pada
masa lansia ini diisi dengan kegiatan yang dapat meberikan otonomi pada
dirinya. Karena pada lansia dengan tipe kepribadian ini seolah-olah pada
dirinya memiliki prinsip “jangan menyusahkan orang lain”, tetapi menolong orang
lain itu penting. Tipe kepribadian ini pada saat memasuki masa pensiun dan masa
lansia, disinilah mulai timbul gejolak, timbul perasaan khawatir kehilangan
anak buah, teman, kelompok, jabatan, status, dan kedudukan sehingga cenderung
ia menunda untuk pensiun atau takut menghadapi kenyataan. Termasuk dalam
kelompok kepribadian tipe ini adalah mereka yang sering mengalami post power syndrome, setelah menjalani
masa pensiun. Adapun tipe ini yang selamat dari syndrome, adalah mereka yang
biasanya telah menyiapkan diri untuk memiliki pekerjaan baru sebelum pensiun,
misalnya wiraswasta atau punya kanotr sendiri atau praktik pribadi sesuai
dengan profesinya masing-masing dan umumnya tidak tertarik lagi bekerja di
suatu lembaga baru kecuali diserahi penuh sebagai pimpinan.
3.
Tipe kepribadian Tergantung (Dependent Personality)
Tipe kepribadian ini biasanya sangat
dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka
pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka
pasangan yang ditinggal akan merana apalagi jika tidak segera bangkit dari
kedukaannya. Pada tipe kepribadian tergantung ini ditandai dengan perilaku yang
pasif dan dapat menikmati hari tuanya. Masalah akan timbul jika pasangan
hidupnya meninggal dunia. Kejadian ini sering kali mengakibatkan mereka menjadi
merana dan kadang-kadang juga cepat menyusul, karena kehilangan pasangan
merupakan beban yang amat berat sehingga megalami stress yang berat dan sangat
menderita.
4.
Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility Personality)
Tipe kepribadian bermusuhan adalah model
kepribadian yang tidak disenangi orang, karena perilakunya cenderung
sewenang-wenang, galak, kejam, agresif, semaunya sendiri, dan sebagainya. Tipe
kepribadian bermusuhan ini juga takut menghadapi masa tua, sehingga mereka berusaha minum segala
jenis jamu atau obat agar terlihat tetap awet muda, mereka juga takut
kehilangan power, takut pensiun dan
paling takut akan kematian. Biasanya pada masa lansia orang-orang denagn tipe
ini terlihat menjadi rakus, tamak, emosional dan tidak puas akan kehidupannya,
seolah-olah ingin hidup seribu tahun lagi, banyak keinginan yang kadang-kadang
tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya
menjadi morat-marit.
5.
Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate Personality)
Tipe kepribadian ini akan menerima
dengan rasa berat dalam menghadapi masa pensiun, karena merasa lebih tidak
berharga lagi dan tidak terpakai. Pada tipe kepribadian ini umumnya terlihat
sengsara karena perilaku sendiri yang sulit dibantu oarng lain atau cenderung
membuat susah dirinya. Tipe kepribadian inilah yang sering terlihat pada
lansia yang membuat suami istri tidak
akur, sehingga masing-masing mengurusi kebutuhan sendiri-sendiri, tidak saling
menegur, dan saling mengacuhkan walaupun hidup dalam satu atap.
Aspek Hubungan Sosial
Pada Lansia
Menurut Lillian Troll, menemukan bahwa
lansai yang berhubungan dekat denagn keluarganya mempunyai kecendrungan lebih
sedikit untuk stress disbanding lansia yang berhubungan jauh. Terdapat tiga
aspek hubungan social pada Lansia. Tiga aspek hubungan social tersebut anatara
lain :
a.
Friendship
Laura Cartensen, menyimpulkan bahwa
orang cenderung mencari teman dekat dibandingkan teman baru ketika mereka
semakin tua. Penelitian ini membuktikan nahwa lansia perempuan yang tidak
memiliki teamn baik kurang puas akan hidupnya dibandigkan yang mempunyai teman
baik.
b. Soaial Support dan Soial Integration
Menurut penelitian, dukungan social
dapat membantu individu untuk mengatasi masalah secara efektif. Dukungan social
juga dapat meningkatkan kesehaan fisik dan mental pada lansia. Dukungan social
berhubungan dengan pengurangan gejala penyakit dan kemampuan untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri akan perawatan kesehatan. Toni Antonucci, menyimpulkan
bahwa interaksi social dengan orang yang menyediakan dukungan social memberikan
pandangan yang lebih positif mengenai dirinya kepada orang-orang tua tersebut.
Dukungan social juga mempengaruihi kesehatan mental dari para orang tua
tersebut. Para orang tua yang mengalami depresi memiliki jaringan social yang
kecil, megalami masalah dalam berinteraksi dengan anggota dalam jaringan social
yang mereka miliki, dan sering mengalami pengalaman kehilangan dalam hidup
mereka.
c.
Intergarasi Sosial
Integrasi social memainkan peranan yang
sangat penting pada kedidupan lansia. Kondisi kesepeian dan terisolasi secara
social akan menjadi factor yang beresiko bagi kesehatan lansia. Sebuah studi
menemukan bahwa dengan menjadu bagian dari jaringan social, hal ini akan
berdampak pada lamanya, masa hidup, terutama pada laki-laki.
BAB III
PENUTUP
3.1 Penutup
Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah
pensiun, biasanya antara usia 65 dan 75 tahun. Mas ini dimulai sekitar usia 60
tahun, ketika seorang mulai meninggalkan masa-masa aktif di masyarakat dan
bersiap untuk hidup menyendiri. Pada umumnya, setelah orang memasuki lansia maka
ia akan mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif
meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan
lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaki lansia menjadi makin lambat.
Daftar Pustaka
Adriani, Merryana Dr., S.Km., M.Kes
& Prof. DR. Bambang Wirjatmaadi, M.s., MCN., PH.D., SP.GK. 2012. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Edisi I. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Potter & Perry. 2005. Fundamental of nursing:consepts, process,
and practice. Voluem I. Edisi IV. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.





0 comments:
Post a Comment