Thursday 27 April 2017

LP ASKEP ANSIETAS

BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A.   Definisi
Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi (Videbeck, 2008).Ansietas atau kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal (Suliswati, 2005). Ansietas adalah suatu kekhawatiran yang berlebihan dan dihayati disertai berbagai gejala sumatif, yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau penderitaan yang jelas bagi pasien (Mansjoer, 1999).
Menurut Stuart dan Laraia (2005) aspek positif dari individu berkembang dengan adanya konfrontasi, gerak maju perkembangan dan pengalaman mengatasi kecemasan.

B.   Faktor Predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa :
1.    Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.
2.    Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
3.    Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
4.    Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego.
5.    Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
6.    Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
7.    Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
8.    Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

C.   Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1.   Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang meliputi :
a.      Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
b.      Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
2.   Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
a.      Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b.      Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

D.   Tanda dan Gejala
Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas (Hawari, 2008), antara lain sebagai berikut :
1.     Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung.
2.     Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3.     Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
4.     Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
5.     Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
6.     Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya. 

E.    Tingkatan Ansietas
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap ansietas.
Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
1.    Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut :
a.   Respons fisik
-       Ketegangan otot ringan
-       Sadar akan lingkungan
-       Rileks atau sedikit gelisah
-       Penuh perhatian
-       Rajin
b. Respon kognitif
-       Lapang persepsi luas
-       Terlihat tenang, percaya diri
-       Perasaan gagal sedikit
-       Waspada dan memperhatikan banyak hal
-       Mempertimbangkan informasi
-       Tingkat pembelajaran optimal
c. Respons emosional
-       Perilaku otomatis
-       Sedikit tidak sadar
-       Aktivitas menyendiri
-       Terstimulasi 
-       Tenang
2.    Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut:
a. Respon fisik :
-       Ketegangan otot sedang
-       Tanda-tanda vital meningkat
-       Pupil dilatasi, mulai berkeringat
-       Sering mondar-mandir, memukul tangan
-       Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
-       Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
-       Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
b. Respons kognitif
-       Lapang persepsi menurun
-       Tidak perhatian secara selektif
-       Fokus terhadap stimulus meningkat
-       Rentang perhatian menurun
-       Penyelesaian masalah menurun
-       Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
c. Respons emosional
-       Tidak nyaman
-       Mudah tersinggung
-       Kepercayaan diri goyah
-       Tidak sabar
3. Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan respons takut dan distress.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
-       Ketegangan otot berat
-       Hiperventilasi
-       Kontak mata buruk
-       Pengeluaran keringat meningkat
-       Bicara cepat, nada suara tinggi
-       Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
-       Rahang menegang, mengertakan gigi
-       Mondar-mandir, berteriak
-       Meremas tangan, gemetar
b. Respons kognitif
-       Lapang persepsi terbatas
-       Proses berpikir terpecah-pecah
-       Sulit berpikir
-       Penyelesaian masalah buruk
-       Tidak mampu mempertimbangkan informasi
-       Hanya memerhatikan ancaman
-       Preokupasi dengan pikiran sendiri
-       Egosentris
c. Respons emosional
-       Sangat cemas
-       Agitasi
-       Takut
-       Bingung
-       Merasa tidak adekuat
-       Menarik diri
-       Penyangkalan
-       Ingin bebas
4.    Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.
Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
-       Flight, fight, atau freeze
-       Ketegangan otot sangat berat
-       Agitasi motorik kasar
-       Pupil dilatasi
-       Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
-       Tidak dapat tidur
-       Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
-       Wajah menyeringai, mulut ternganga
b. Respons kognitif
-       Persepsi sangat sempit
-       Pikiran tidak logis, terganggu
-       Kepribadian kacau
-       Tidak dapat menyelesaikan masalah
-       Fokus pada pikiran sendiri
-       Tidak rasional
-       Sulit memahami stimulus eksternal
-       Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi.
c. Respon emosional
-       Merasa terbebani
-       Merasa tidak mampu, tidak berdaya
-       Lepas kendali
-       Mengamuk, putus asa
-       Marah, sangat takut
-       Mengharapkan hasil yang buruk
-       Kaget, takut
-       Lelah

F.    Sumber Koping
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping yang efektif  (Suliswati, 2005).

G.   Mekanisme Koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005).
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
1.   Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
a    Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan.
b    Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.
c    Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang. 
2. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah.Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
a    Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien.
b    Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian.
c    Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan klien.
d    Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.

H.   Penatalaksanaan Ansietas
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut :
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a    Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b    Tidur yang cukup.
c    Cukup olahraga.
d    Tidak merokok.
e    Tidak meminum minuman keras.
2. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system).Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.
3. Terapi somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan.Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a.   Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.
b.   Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c.   Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
d.   Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e.   Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
f.    Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
5. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.

























BAB II
ASUAHAN KEPERAWATAN



A.   Asuhan Keperawatan
1.    Pengkajian
a.    Identitas Klien
þ  Initial     :Ansietas lebih rentan terjadi pada wanita daripada laki-laki, karena wanita lebih mudah stress dibanding pria.
þ  Umur                : Toddler-lansia
þ  Pekerjaan         : Pekerajaan yang mempunyai tingkat stressor yang besar.
þ  Pendidikan        : Orang yang mempunyai tingkat pendidikan yang rendah lebih rentan  mengalami ansietas
b.    Alasan Masuk RS
Sesuai diagnosa awal klien ketika pertama kali masuk rumah sakit.
c.    Faktor Predisposisi (Stuart, 2007)
1.    Dalam pandangan psikoanalitis, ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian : id dan superego.
2.    Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu.
3.    Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan
4.    Kajian keluarga menunjukan bahwa gangguan ansietas biasanya terjadi dalam kelurga. Gangguan ansietas juga tumpang tindih antara gangguan ansietas dengan depresi
d.    Fisik
1.    Tanda Vital:
þ  TD : Meningkat, palpitasi, berdebar-debar bahkan sampai pingsan.
þ  N  : Menurun
þ  S    :Normal (36˚C - 37,5˚C ), ada juga yang mengalami hipotermi tergantung respon individu dalam menangania ansietasnya
þ  P  : Pernafasan ­, nafas pendek, dada sesak, nafas dangkal, rasa tercekik terengah- engah
2.    Ukur : TB dan BB: normal (tergantung pada klien)
3.    Keluhan Fisik : ­ refleks, terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor,kaku, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, gerakan lambat, kaki goyah.

Selain itu juga dapat dikaji tentang repon fisiologis terhadap ansietas (Stuart, 2007):
§  B1  : Nafas cepat, sesak nafas, tekanan pada dada, nafas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, terengah-engah.
§  B2  : Palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa ingin pingsan, pingsan, TD ↓, denyut nadi ↓.
§  B3  : Refleks ↑, reaksi terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, wajah tegang.
§  B4  : Tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.
§  B5  : Kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada  abdomen, nyeri abdomen, mual, nyeri ulu hati.
§  B6  : Lemah.

e.    Psikososial:
1.    Konsep diri:
þ  Gambaran diri : wajah tegang, mata berkedip-kedip, tremor, gelisah, keringat berlebihan.
þ  Identitas : gangguan ini menyerang wanita daripada pria serta terjadi pada seseorang yang bekerja dengan sressor yang berat.
þ  Peran : menarik diri dan menghindar dalam keluarga / kelompok / masyarakat.
þ  Ideal diri : berkurangnya toleransi terhadap stress, dan kecenderungan ke arah lokus eksternal dari keyakinan kontrol.
þ  Harga diri : klien merasa harga dirinya rendah akibat ketakutan yang tidak rasional terhadap objek, aktivitas atau kejadian tertentu.

f.     Hubungan Sosial:
1.    Orang yang berarti: keluarga
2.    Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat: kurang berperan dalam kegiaran kelompok atau masyarakat serta menarik diri dan menghindar dalam keluarga / kelompok / masyarakat.
3.    Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: +
g.    Spiritual:
1.   Nilai dan keyakinan
2.   Kegiatan ibadah

h.    Status Mental:
1.    Penampilan : pada orang yang mengalami ansietas berat dan panik biasanya penampilannya tidak rapi.
2.    Pembicaraan : bicara cepat dan banyak, gagap dan kadang-kadang keras.
3.    Aktivitas motorik : lesu, tegang, gelisah, agitasi, dan tremor.
4.    Alam perasaan : sedih, putus asa, ketakutan dan khawatir.
5.    Afek : labil
6.    Interaksi selama wawancara: tidak kooperatif, mudah tersingung dan mudah curiga, kontak mata kurang.
7.    Persepsi : berhalusinasi, lapang persepsi sangat sempit dan tidak mampu menyelesaikan masalah.
8.    Proses pikir : persevarsi
9.    Isi pikir : obsesi, phobia dan depersonalisasi
10.  Tingkat kesadaran : bingung dan tidak bisa berorietansi terhadap waktu, tempat dan orang (ansietas berat)
11.  Memori : pada klien yang mengalami OCD (Obsessive Compulsif  Disorder) akan terjadi gangguan daya ingat saat ini bahkan sampai gangguan daya ingat jangka pendek.
12.  Tingkat konsentrasi dan berhitung : tidak mampu berkonsentrasi
13.  Kemampuan penilaian : gangguan kemampuan penilaian ringan
14.  Daya titik diri : menyalahkan hal-hal diluar dirinya: menyalahkan orang lain/ lingkungan yang menyebabkan kondisi saat ini.

i.      Kebutuhan Persiapan Pulang
1.    Kemampuan klien memenuhi/ menyediakan kebutuhan makanan, keamanan, tempat tinggal, dan perawatan.
2.    Kegiatan hidup sehari-hari:
a.    Kurang mandiri tergantung tingkat ansietas
b.    Perawatan diri
c.    Nutrisi
d.    Tidur


j.      Mekanisme Koping
Adaptif ( ansietas ringan ) dan maladaptif (ansietas sedang, berat dan panik).Menurut Stuart (2007) Individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya, ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Ansietas ringan sering ditanggulangi tanpa pemikiran yang sadar, sedangkan ansietas berat dan sedang menimbulkan 2 jenis mekanisme koping :
1.  Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi tuntunan situasi stres secara realistis
2.  Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang. Tetapi karena mekanisme tersebut berlangsung secara relative pada tingkat tidak sadar dan mencakup penipuan diri dan distorsi realitas, mekanisme ini dapat menjadi repon maladaptif terhadap stres.
           
k.    Masalah Psikososial dan Lingkungan
1.    Masalah dengan dukungan kelompok: klien kurang berperan dalam kegiatan kelompok atau masyarakat serta menarik diri dan menghindar dalam keluarga/ kelompok/ masyarakat.
2.    Masalah berhubungan dengan lingkungan: lingkungan dengan tingkat stressor yang tinggi akan memicu timbulnya ansietas.
3.    Masalah dengan pendidikan: seseorang yang pernah gagal dalam menempuh pendidikan,  tidak ada biaya untuk melanjutkan jenjang pendidikan berikutnya.
4.    Masalah dengan pekerjaan: mengalami PHK, target kerja tidak tercapai.
5.    Masalah dengan perumahan: pasien kehilangan tempat tinggalnya karena bencana alam, pengusuran dan kebakaran.
6.    Masalah ekonomi: pasien tidak mempunyai kemampuan finansial dalam mencukupi kebutuhannya sehari-hari dan keluarganya.
7.    Masalah dengan pelayanan kesehatan: kurang percaya dengan petugas kesehatan.

l.      Pengetahuan Kurang Tentang
Pasien kurang mempunyai pengetahuan tentang faktor presipitasi, koping, obat-obatan, dan masalah lain tentang ansietas


m.   Aspek medik
ü  Diagnosa Medik:
1.   Adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistic terhadap dua atau lebih hal yang dipersepsi sebagai ancaman perasaan ini menyebabkan individu tidak mampu istirahat dengan tenang (inability to relax)
2.   Terdapat paling sedikit 6 dari 18 gejala-gejala berikut:
ü  Ketegangan Motorik:
a.    Kedutan otot atau rasa gemetar
b.    Otot tegang/kaku/pegel linu
c.    Tidak bisa diam
d.    Mudah menjadi lelah
ü  Hiperaktivitas Otonomik:
a.    Nafas pendek/ terasa berat
b.    Jantung berdebar-debar
c.    Telapak tangan basah dingin
d.    Mulut kering
e.    Kepala pusing/rasa melayang
f.     Mual, mencret, perut tidak enak
g.    Muka panas/ badan menggigil
h.    Buang air kecil lebih sering
i.      Sukar menelan/rasa tersumbat
ü  Kewaspadaan berlebihan dan Penangkapan Berkurang
a.    Perasaan jadi peka/ mudah ngilu
b.    Mudah terkejut/kaget
c.    Sulit konsentrasi pikiran
d.    Sukar tidur
e.    Mudah tersinggung
3.     Hendaknya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala: penurunan kemampuan bekerja, hubungan social, dan melakukan kegiatan rutin.







Isolasisosial
 
GangguanPersepsisensori: halusinasilihat
 
Ristimencederaidirisendiri, orang
 
Defisit perawatan diri
 
Pohon Masalah









 









Gangguan proses pikir :Ansietas
 

Kopingindividuinefektif

 
Harga Diri Rendah

 
PeristiwaTraumatik
 

















2.    Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan :

a.    Resiko tinggi mencederai diri, orla, dan lingkungan b.d halusinasi lihat.
TUM : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
TUK : Klien mampu mengontrol rasa cemasnya
Intervensi
Rasional
a.      BHSP dengan klien

• Memperkenalkan diri dengan sopan dan ekspresi wajah bersahabat
• Tanyakan nama klien
• Jabat tangan klien

b.      Pasien akan terlindung dari bahaya
• Terima dan dukung pertahanan klien
• Kenalkan realita yang berhubungan dengan mekanisme koping klien
• Berikan umpan balik pada klien tentang perilaku, stressor dan sumber koping

c.    Ciptakan lingkungan tenang dan jauh dari kegaduhan

d.      Jauhkan klien dari benda yang berbahaya seperti benda tajam


b.    Ansietas b.d harga diri rendah.
TUM    : Klien dapat mengurangi dan mengontrol kecemasannya.
TUK    : Klien mengenal cara- cara untuk mengurangi kecemasannya
Intervensi
Rasional
a.   Monitor intensitas kecemasan
Dengan memonitor tingkat ansietas pasien kita bisa menentukan seberapa tingkat ansietas pasien dan seberapa bahaya ansietas tersebut.
b.   Tetap bersama klien ketika tingkat ansietasnya tinggi (berat atau panik)
Keselamatan klien merupakan suatu prioritas. Klien yang sangat cemas tidak boleh ditinggal sendiri—rasa cemasnya akan meningkat.
c.   Pindahkan klien ke tempat yang tenang dengan stimulus minimal atau sedikit. Penggunaan ruangan kecil atau area siklusi dapat diindikasikan
Kemampuan klien untuk menghadapi stimulus yang berlebihan terganggu. Perilaku cemas dapat meningkat akibat stimulus eksternal. Ruangan yang lebih kecil dapat meningkatkan rasa aman klien. Semakin besar are, klien akan semakin tersesat dan panik.
d.   Tetap tenang dalam menghadapi klien.
Klien akan merasa lebih aman jika perawat tenang dan jika klien merasa bahwa perawat dapat mengendalikan situasi.
e.   Gunakan pernyataan yang singkat, sederhana, dan jelas.
Kemampuan klien untuk menghadapi abstraksi atau kompleksitas terganggu.
f.    Sadari perasaan dan tingkat ketidaknyamanan atau ansietas perawat sendiri.
Ansietas dikomunikasikan secara interpersonal. Bersama klien yang cemas dapat meningkatkan tingkat ansietas perawat sendiri.
g.   Dorong partisipasi klien dalam latihan relaksasi. Latihan ini dapat mencakup bernapas dalam, relaksasi otot progresif, medikasi, imajinasi terbimbing, dan pergi ke tempat yang tenang dan damai (untuk jiwa).
Latihan relaksasi merupakan cara yang efektif dan nonkimiawi untuk mengurangi ansietas.

c.    Koping individu inefektif b.d. harga diri rendah
TUM    :Menunjukan koping yang efektif.
TUK    :Menunjukan pengendalian impuls dengan mempertahankan pengendalian diri tanpa pengawasan secara konsisten.
Intervensi
Rasional
Peningkatan koping :
-       Nilai kesesuaian pasien terhadap perubahan gambaran diri.
-       Nilai dampak kehidupan pasien terhadap peran dan hubungannnya dengan orang lain.
Membantu pasien untuk beradaptasi untuk beradaptasi dalam menerima stressor, p[erubahan atau ancaman yang berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan dan peran dalam kehidupan.
Dukung pembuatan keputusan :
-       Explorasi metode yang digunakan pasien pada masa sebelumnya dalam mengatasi masalah kehidupan.
-       Evaluasi kemampuan pasien dalam mengambil keputusan.
Memberikan informasi dan dukunagn pada pasien dalam membauta keputusan berkaitan dengan perawatan kesehatan.
Health Education :
-       Memberikan informasi faktual yang terkait dengan diagnose, pengobatan, prognosis.
-       Menganjurkan pasien untuk mengguanakan tekhnik relaksasi sesuai kebutuhan.
-       Memberikan pelatihan ketrampilan social yang sesuai.
Kolaboratif :
-        Melibatkan sumber-sumber yang ada di rumah sakit dalam memberikan dukungan emosional untuk pasien dan keluarga.
-        Fasilitasi pasien untuk mengenal kelompok yang mendukungnya, pemberi layanan kesehatan lainnya.



Meningkatkan koping individu klien dan keluarga, serta memandirikan.







Memaksimalkan upaya penyembuhan klien dengan berkolaborasi dengan tenaga medis yang lain.

d.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual muntah, dan asam lambung meningkat.
TUM    : Menunjukan perawatan diri ; aktivitas kehidupan sehari-hari.
TUK    : Pasien mampu memenuhi kebutuhan nutrisi secara mandiri.
Intervensi
Rasional
Pengkajian :
-       Kaji kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisinya.
-       Kaji deficit sensori kognitif atau fisik yang dapat menyulitkan makan.
Pengelolaan gangguan makan :
-        Pencegahan dan penangan pembatasan diet yang berat dan aktivitas yang berlebih atau makan dalam jumlah banyak ndalam satu waktu.
Karena kemampuan dalam memenuhi nutrisi sensori, kognitif dapat berpengaruh pada proses pemenuhan nutrisi.

Pengelolaan nutrisi :
-        Pemberian asupan diet makanan dan cairan yang seimbang.
-        Pemberian makanan dalam porsi kecil.
Pasien dengan ansietas cenderung tidak memiliki nafsu makan, sehingga pemberian makanan dalam porsi kecil diharapkan mampu menjaga nutrisi pasien agar tetap seimbang.
Bantuan menaikan berat badan :
-        Fasilitasi pencapaian kenaikan berat badan.
Mencegah penurunan berat badan yang signifikan.
Health Education :
-       Tunjukan penggunaan alat bantu dan aktivitas yang adaptif.
-       Ajarkan pasien menggunakan metode alternative untuk makan atau minum
Kolaboratif :
-       Rujuk pasien dan keluarga pada layanan social untuk mendapatkan pertolongan kesehatan di rumah.
-       Gunakan terapi fisik dan okupasi sebagai sumber dalam perencaan aktivitas perawatan pasien.
Sebagai upaya memandirikan klien dan keluarga dalam pemenuhan nutrisi klien.




DAFTAR PUSTAKA

Gunarsa, Singgih D. 1995.Psikologi Keperawatan. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Hawari, D. 2008. Manajemen Stres Cemas dan Depresi.Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Mansjoer, A. 1999.Kapita Selekta Kedokteran. 3rd ed. Jilid 1.Jakarta : Penerbit Aesculapius Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. 5th ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Nurjannah, I. 2004. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa Manajemen. Proses Keperawatan dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien.Yogyakarta : Penerbit MocoMedia.
Suliswati, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Viedebeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. 7th ed. Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC.





















LAMPIRAN SP ANSIETAS
STRATEGI PELAKSANAAN
1.     STRATEGI PELAKSANAAN 1

Masalah Keperawatan
Tindakan Keperawatan pada Pasien
Tindakan Keperawatan pada Keluarga
Ansietas
SP I p
  1. Identifikasi stressor cemas.
  2. Identifikasi koping maladaptif dan akibatnya.
  3. Bantu perluas lapang persepsi.
  4. Konfrontasi positif (jika perlu).
  5. Latih teknik relaksasi: nafas dalam.
  6. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
SP I k
  1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
  2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala ansietas sedang yang dialami pasien beserta proses terjadinya.
  3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien cemas.
SP II p
  1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya.
  2. Latih koping: beraktivitas.
  3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
SP II k
  1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien cemas sedang.
  2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pasien cemas sedang.
SP III p
  1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya.
  2. Latih koping: olah raga.
  3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
SP III k
  1. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat
  2. Mendiskusikan sumber rujukan yang bisa dijangkau oleh keluarga


0 comments: