BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Obstruksi saluran nafas kronis yaitu
penyakit yang dikarakterisir oleh adanya keterbatasan aliran udara yang
bersifat irreversibel, yang disebabkan oleh bronkitis kronis, emphysema atau
keduanya. Salah satu dari obstruksi saluran nafas cronis adalah PPOK dimana
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
progresif, artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk
secara lambat dari tahun ke tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat
fase-fase eksaserbasi akut.
Berbagai faktor berperan
pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu faktor yang
menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti kebiasaan merokok, polusi udara,
polusi lingkungan, infeksi, genetic dan perubahan cuaca. Derajat obtruksi
saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi komponen (kelainan kongenital)
yang memugkinkan adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan penyakit
lain diluar paru seperti sinusitis dan faringitis kronik. Yang pada akhirnya
faktor-faktor tersebut membuat perburukan makin lebih cepat terjadi. Untuk
melakukan penatalaksanaan Obatruksi saluran nafas kronis perlu diperhatikan
factor-faktor tersebut, sehingga pengobatan Obstruksi saluran nafas kronis
menjadi lebih baik.
B. Tujuan
Penulisan
Tujuan pembuatan makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Kegawatan Pada Pasien Penyakit Paru Obstruksif Kronik
(PPOK) ini adalah untuk membahas tentang, gejala-gejala klinis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan , dan prognosis bagi penderita
penyakit ini mengingat kasus Obstruksi Saluran Nafas Kronis semakin meningkat
setiap tahunnya. Dengan begitu diharapkan kita mampu menekan angka morbiditas
dan mortalitas Obstruksi Saluran Nafas Kronis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Obstruksi saluran nafas kronis
merupakan sekumpulan gejala dan tanda yang diakibatkan oleh sumbatan di
saluaran nafas bagian atas. Sumbatan jalan nafas karena benda asing sangat
berbahaya dan harus segera dibersihkan karena apabila tidak dapat bernafas,
maka kita tidak dapat memberikan pernafasan buatan.
Sumbatan airway pada penderita yang
sadar dapat menyebabkan henti jantung. Pada sumbatan total, pernafasan akan
berhenti karena benda tersebut menyumbat airway sepenuhnya. Beberapa menit
kemudian penderita yang sada akan menjadi tidak sadar (karna otak kekurangan
oksigen) dan kematian akan terjadi jika sumbatan tidak diatasi. Penyebab
sumbatan yang banyak ditemukan adalah “makanan”.
B. Etiologi
1.
Kelainan kogenital hidung atau jaringan
a) Atresia koana
b) Stenosis supra
glottis, glottis dan infra glottis
c) Kista dukstus
tiroglosus
d) Kista
brankiogen yang besar
e) Laringokel yang
besar
2.
Trauma
3.
Tumor
4.
Infeksi akut
5.
Paralisis satu atau kedua plika vokalis
6.
Pangkal lidah jatuh kebelakang pada
pasien tidak sadar
7.
Benda asing
Benda- benda
asing tersebut dapat tersangkut pada :
a) Laring
Terjadi
obstruksi pada laring dapat diketahui melalui tanda-tanda sebagai berikut,
yakni secara progresif terjadi stridor, dispnoe, apnea, disfagia, hemoptisis,
pernapasan otot-otot napas tambahan atau dapat pula terjadi sianosis. Gangguan
oleh benda asing ini biasanya terjadi pada anak-anak yang disebabkan oleh
berbagai biji-bijian dan tulang ikan yang tak teratur bentuknya.
b) Saluran napas
Berdasarkan
lokasi benda-benda yang tersangkut dalam saluran napas maka dapat dibagi pada
bagian atas pada trachea, dan pada bronkus.
C. Klasifikasi
1.
Sumbatan parsial
Tersendak
terjadi bila benda asing masuk kearah paru-paru dan menyumbat jalan nafas kea
rah paru-paru. Bila penderita bias menghilangkan penyumbata denga cara
batuk-batuk keras, maka tidak perlu dilakukan pertolonga lagi. Tetapi bila
penderita terus tersedak sehingga sesak nafas maka perlu segera dilakukan
pertologan pertama.
a)
Gejala :
1) Tersedak,
tetapi tetap bias bernafas batuk dan berbicara
2) Sesak bicara
2.
Sumbatan total
Perlu tindakan
segera dan anda hanya mempunyai waktu 3 menit untuk mengambil sumbatan, sebelum
terjadi kerusakan otak karena kekurangan oksigen.
b)
Gejala :
1) Tersedak dan
tidak bias bernafas, batuk atau bicara
2) Muka menjadi
biru
Kelainan klinis
yang terjadi ditentukan oleh 3 faktor :
1) Lokasi dari
obstruksi yang terjadi
Bila obstruksi
terjadi sebelum karina, maka obstruksi tersebut berbahaya dibandingkan bila
terjadi di bagian distal dari bronkus. Hal ini disebabkan oleh karena obstruksi
ini bersifat total, disamping itu mekanisme konpensasi pada obstruksi distal
lebih baik dari obstruksi di proksimal.
2) Tingkat dari
obstruksi yang terjadi
Makin total
suatu tingkat obstruksi, maka makin berbahaya. Tetapi suatu obstruksi parsial
dapat pula menimbulkan check valve phenomen, artinya udara dapat masuk pada
jalan pernapasan akan tetapi tidak dapat keluar sehingga menimbulkan emfisema
yang disebabkan oleh karena udara yang terperangkap (air tappering).
3) Fase obstruksi
yang terjadi pada obstruksi yang akut, kelainan perubhan faal baru, maupun
hemodinamik lebih cepat timbul tanpa sempat dikompensasi oleh mekanisme tubuh.
D. Patofisiologi
PPOK ditandai dengan pertambahan neutrofil, makrofag, dan
T-Limfosit disejumlah bagian paru – paru dan berkaitan dengan tingkat hambatan
aliran udara. Mungkin terjadi peningkatan esinofil pada beberapa pasien,
khususnya jika terjadi peemburukan penyakit, inflamasi, terutama leukotrien 4,
interleukin 8, dan tumor necrosis factor. Ada dua jenis emfisema : (1)
centriacinar (centrilobular) dimana kerusakan umumnya terjadi disekitar
bronkiolus pernapasan (2) panacinar (panlobular) dimana kehilangan dan
kerusakan jaringan terjadi disepanjang acius. Jenis emfisema lainnya adalah :
(1) paraseptal, dimana bullae muncul ditepi paru – paru dan (2) tidak teratur,
akibat bekas luka, sama halnya dengan tuberculosis.
E. Manifestasi
Klinis
1.
Tidak dapat bicara, bernafas, bersuara
2.
Menunjukkan sikap tercekik (pasien
memegang leher)
3.
Cyanosis
4.
Gerakan napas tidak teratur(tidak normal)
5.
Colaps, tidak sadar
F. Komplikasi
1.
Nyeri abdomen,ekimosis
2.
Fraktur iga
3.
Cedera atau trauma pada organ-organ di
bawah abdomen dan dada.
4.
Gagal nafas, kor pulmonal, septikemia
G. Pemeriksaan
Penunjang
1.
Radiologi
Berdasarkan
hasil pemeriksaan yang diperolah akan timbul bayangan radiologi yang
diakibatkan oleh dua sebab, yakni:
a. Bila benda
asing itu bersifat radioopaque, maka bayangan yang terjadi adlah disebabkan
oleh benda asing itu sendiri.
b. Bila bayangan
yang terjadi disebabkan karna komlikasi, misalnya ateoetksis dan emfisema,maka
akan terkantung pada tipe obstruksi yang terjadi.
2.
Pemeriksaan faal baru
Dari
pemeriksaan faal paru didapatkan defek obstruktif faal paru dan ini tergantung
kepada lokasi obstruksi yang terjadi di daerah laringotrakeal, maka akan terjadi
pengurangan dari kecepatan aliran (flowrate). Bila obstruksi terjadi
disuparstrnal notch, maka akan terjadi pengurangan dari kecepatan aliran
inspirasi (inspiratory flow rate), sedangkan bila terjadi di bawah suparsternal
nocht, maka akan terjadi pengurangan dari kecepatan aliran ekspirasi
(expiratory flow rate).
3.
Pemeriksaan gas darah
Pada pase
permulaan obstruksi dapat menimbulkan peningkatan PaCo2 . kecepat pernapasan
yang 30 kali/menit masih dapt mengkompensasi sehingga tidak terjadi hipoksemia
akan tetapi pada penyumbatan yang sifatnya proksimal maka total perburukan gas
dan pH terjadi secara cepat
H. Tindakan
Keperawatan
Beberapa metode
tujuanya adalah mengeluarkan benda benda asing sehingga jalan nafas tidak
terhalang oleh benda asing:
1.
Pengambilan
Buka mulut
pasien bersihakan benda asing yang ada didalam mulut pasien dengan mengorek dan
menyapukan dua jari penolong yang telah dibukus dengan secarik kain, bebaskan
jalan nafas dari sumbatan benda asing
2.
Dihisap
a. Posisikan
kpasien terlentang/miring, kepala lebih rendah dari rungkai.
b. Buka mulut
korban lebar-lebar
c. Hisap dengan
bahan yang dapt meresap cairan
d. Hisap pakai
mulut dengan bantuan pipa penghisap atau hisap dengan pipa karet menggunakan
semprot penghisap atau hisap dengan pipa karet menggunakan pipa penghisap
mekanik/listrik.
3.
Abdomen Thrust
Prosedur
abdomen thrust
a. Jika pasien
dalam keadaan berdiri atau duduk:
b. Anda berdiri di
belakang klien
c. Lingkarkan
lengan kanan anda dengan tangan kanan terkepal, kemudian pegang lengan kanan
tersebut dengan lengan kiri. Posisi lenan anda pada abdomen klien yakni dibawah
prosesus xipoideus dan diatas pusat atau umbilicus.
d. Dorong secara
cepat (thrust quikly), dengan dorongan pada abdomen kea rah dalam dan atas. Jika
diperlukan, ulangi abdominal trust beberapa kali untuk menghilangkan obstruksi
jalan napas.
e. Kaji jalan
napas sesering mungkin untuk memastikan kebersihan tindakan ini.
Jika pasien dalam keadaan supine atau
unconscious:
1) Anda mengambil
posisi berlutut atau mengangkangangi paha klien.
2) Tempatkan
lengan kiri anda di atas lengan kanan anda yang menempel di abdomen tepatnya di
bawah prosesus xipoideus dan di atas pusat atau umbilicus.
3) Dorong secara
cepat (thrust quikly), dengan dorongan pada abdomen kea rah dalam dan atas
4) Jika
diperlukan, ulangi abdominal thrust beberapa kali untuk menghilangkan obstruksi
jalan napas.
5) Kaji jalan naps
secara seng untuk memasitikan keberhasilan tindakan yang dilakukan.
6) Jika perlu,
lihat secara langsung mulut dan paring klien dengan laringoskopi dan jika
tampak utamaka mengekstraksi benda asing tersebut menggunakan Kelly atau megil
forcep.
4.
Chest trust
Tahap prosedur
chest thrust
a. Jika posisi
klien dudu atau berdiri
1) Anda berdiri di
belakan klien
2) Lingkarkan
lengan kanan anda dengan tangan kanan terkepal di area midsternal di atas
prosesus xipideus klien (sama seperti pada posisi saat kompresi jantung luar).
3) Lakukan
dorongan (thrust) lurus ke bawah kearah spinal. Jika perlu ulangi chest trhrust
beberapa kali untuk menghilangkan obstruksi jalan napas
4) Kaji jalan
napas secara sering untuk memastikan keberhasilan tindakan ini.
b. Jika posisi
klien supine
1) Anda mengambil
posisi berlutut atau mengakangi paha klien.
2) Tempatkan
lengan kiri anda di atas lengan kanan anda dan posisikan bagian bawah lengan
kanan anda pada area midsternal di atas prosesus xipoideus klien (sama seperti
pada posisi saat kompresi jantung luar).
3) Lakukan
dorongan (thrust) lurus ke bawah kea rah spinal. Jika perlu ulangi chest thrust
beberapa kali untuk menghilangkan obstruksi jalan napas.
4) Kaji jalan napas secara sering
untuk memastikan keberhasilan tindakan ini.
5) Jika mungkian,
lihat secara langsung mulut dan paring klien dengan laringhoskpi dan jika
tampak utamakan mengestraksi benda asing tersebtu menggunakan Kelly atau megil
forcep.
·
Indikasi
Untuk
menghilangkan obstruksi pada jalan nafas atas yang di tangai oleh beberapa atau
semua dari tanda dan gejala beriktu ini:
1) Secara mendadak
tidak dapat berbicara
2) Tanda-tanda
umum tercekik dan rasa leher tercengkram
3) Bunyiberisik
selama inspirasi
4) Penggunaan otot
assesoris selama bernapas dan peningkatan kesulitan bernapas.
5) Sukar batuk
atau batuk tidak efektif atau tidak mampu untuk batuk
6) Tidak terjadi
respirasi spontan atau sianosis
7) Bayi dan anak
dengan distress respirasi mendadak disertai dengan dengan batuk, stidor atau wising.
·
Kontra indikasi dan perhatian
1) Pada klien
sadar, batuk volunteer menghasilan aliran udara yang besar dan dapat
menghilangkan obstruksi.
2) Chest thrust
hendaknya tidak digunakan pada klien yang mengalami cedera dada, seperti flail
chest, cardiac contusion, atau fraktur strnal (simon & Brenner, 1994).
3) Pada klien yang
sedang hamil tua atau yang sangat obesutas, disarankan dilakukan chest thrusts.
4) Posisi tangan
yang tepat merupakan hal penting untuk menghindari cedera pada organ-organ yang
ada di bawahnya selama dilakukan chest thrust.
I. Penatalaksanaan
Gawat Darurat
1.
Tentukan masalah yang menonjol,
misalnya
a. Infeksi saluran
napas
b. Gangguan
keseimbangan asam basa
c. Gawat napas
2.
Triase untuk ke ruang rawat atau ICU
Penanganan di
ruang rawat untuk eksaserbasi sedang dan berat (belum memerlukan ventilasi
mekanik)
a. Obat-obatan
adekuat diberikan secara intravena dan nebuliser
b. Terapi oksigen
dengan dosis yang tepat, gunakan ventury mask
c. Evaluasi ketat
tanda-tanda gagal napas
d. Segera pindah
ke ICU bila ada indikasi penggunaan ventilasi mekanik.
Indikasi perawatan ICU
a. Sesak berat
setelah penangan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat
b. Kesadaran
menurun, lethargi, atau kelemahan otot-otot respirsi
c. Setelah
pemberian osigen tetap terjadi hipoksemia atau perburukan
d. Memerlukan
ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)
Tujuan perawatan ICU
a. Pengawasan dan
terapi intemsif
b. Hindari
inturbasi, bila diperlukan intubasi gunakan pola ventilasi mekanik yang tepat
c. Mencegah
kematian
Prinsip
penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi segera eksaserbasi
yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila telah menjadi gagal
napas segera atasi untuk mencegah kematian. Beberapa hal yang harus
diperhatikan meliputi :
a. Diagnosis
beratnya eksaerbasi
1) Derajat sesak,
frekuensi napas, pernapasan paradoksal
2) Kesadaran
3) Tanda vital
4) Analisis gas
darah
5) Pneomonia
b. Terapi oksigen
adekuat
Pada
eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama, bertujuan
untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang mengancam jiwa. dapat
dilakukan di ruang gawat darurat, ruang rawat atau di ICU. Sebaiknya
dipertahankan Pao2 > 60 mmHg atau Sat O2 > 90%, evaluasi ketat
hiperkapnia. gunakan sungkup dengan kadar yang sudah ditentukan (ventury masks)
24%, 28% atau 32%. Perhatikan apakah sungkup rebreathing atau nonrebreathing,
tergantung kadar Paco2 dan Pao2. Bila terapi oksigen tidak dapat mencapai
kondisi oksigenasi adekuat, harus digunakan ventilasi mekanik. Dalam penggunaan
ventilasi mekanik usahakan dengan Noninvasive Positive Pressure Ventilation
(NIPPV), bila tidak berhasil ventilasi mekanik digunakan dengan intubasi.
c. Pemberian obat-obatan
yang maksimal
Obat yang diperlukan pada eksaserbasi
akut
1) Antibiotik
a) Peningkatan
jumlah sputum
b) Sputum berubah
menjadi purulen
c) Peningkatan
sesak
Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan
pola kuman setempat dan komposisi kombinasi antibiotik yang mutakhir. Pemberian
antibiotik di rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena, sedangkan untuk
rawat jalan bila eksaserbasi sedang sebaiknya kombinasi dengan makrolide, bila
ringan dapat diberikan tunggal.
2) Bronkodilator
Bila rawat
jalan B-2 agonis dan antikolinorgik harus diberikan dengan peningkatan dosis.
Inhaler masih cukup efektif bila digunkan dengan cara yang tepat, nebuliser
dapat digunakan agar bronkodilator lebih efektif. Hati-hati dengan penggunaan
nebuliser yang memakai oksigen sebagai kompressor, karena penggunaan oksigen
8-10 liter untuk menghasilkan uap dapat menyebabkan retensi CO2. Golongan
xantin diberikan bersamasama dengan bronkodilator lainnya karena mempunyai efek
memperkuat otot diafragma.
Dalam perawatan
di rumah sakit, bronkodilator diberikan secara intravena dan nebuliser, dengan
pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap timbulnya palpitasi sebagai
efek samping bronkodilator.
3) Kortikosteroid
Tidak selalu
diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada eksaserbasi derajat sedang
dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada derajat berat
diberikan secara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan
manfaat yang lebih baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek samping.
d. Nutrisi adekuat
untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia berkepanjangan, dan
menghindari kelelahan otot bantu napas
e. Ventilasi
mekanik
Penggunaan
ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akan mengurangi mortaliti dan
morbiditi, dan memperbaiki simptom. Dahulukan penggunaan NIPPV, bila gagal
dipikirkan penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi
f. Kondisi lain
yang berkiatan
1) Monitor balans
cairan elektrolit
2) Pengeluaran
sputum
3) Gagal jantung
atau aritmia
g. Evaluasi ketat
progesiviti penyakit
Penanganan yang
tidak adekuat akan memperburuk eksaserbasi dan menyebabkan kematian. Monitor
dan penanganan yang tepat dan segera dapat mencegah dan gagal napas berat dan
menghindari penggunaan ventilasi mekanik. Indikasi penggunaan ventilasi mekanik
dengan intubasi:
1) Sesak napas
berat, pernapasan > 35 x/menit
2) Penggunaan obat
respiratori dan pernapasan abdominal
3) Kesadaran
menurun
4) Hipoksemia
berat Pao2 < 50 mmHg
5) Asidosis pH
< 7,25 dan hiperkapnia Paco2 > 60 mmHg
6) Komplikasi
kardiovaskuler, hipotensi
7) Komplikasi
lain, gangguan metabolik, sepsis, pneumonia, barotrauma, efusi pleura dan
emboli masif
8) Penggunaan
NIPPV yang gagal
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1.
Identitas pasien
2.
Riwayat kesehatan yang lalu
a. Kaji riwayat
pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya
b. Kaji riwayat
reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat atau factor lingkungan
c. Kaji riwayat
perkerjaan pasien
3.
Pengkajian keperawatan pasien yang
mempunyai masalah pernapasan difokuskan pada ventilasi, perfusi, kognisis, dan
eliminasi
a. Ventilasi
1) Bunyi napas
Ronkhi basah
atau mengi dapt terdengar pada bayak masalah pernapasan. Hilangya atau
berkurangnya bunyi napas merupakan temuan yang signifikan dan mungkin
mengindikasikan pneumotoraks atau beberapa bentuk konsolidasi alveolar. Bunyi
napas dapat saja hilang atau berkurang sebagai akibat konstriksi bronkus kanan
yang disebakan oleh adanya aspirasi benda asing.
2) Pernapasan
Tentukan
karakter pernapasan. Frekuensi pernapasan >50 pernapasan/menit pada bayi
atau >40 pernapasan/ menit pada anak-anak usia <3 tahun merupakan kondisi
sensitive dan spensitifik adanya infeksi saluran pernapasan bawat.
3) Laju aliran
ekspirasi
Jika pasien
PPOK atau asma, periksa laju aliran ekspirasi puncak dengan menggunakan peak
floemeter. Jika nilainya kurang dari 200 l/menit, triase segera keruang
tindakan.
4) Saturasi
oksigen
Tentukan
tingkat SpO2 dengan oksimetri nadi kontinu. Jika tingkat SpO2 91 % atau kurang,
diperkirakan pasien harus dirawat di rumah sakit.
5) Sputum
Jelaskan
produsi seputum. Sputum merah muda yang berbusa merupakan tanda edema alveoli
paru kardiogenik.
6) Dispnea
Kaji dispnea dengan menggunakan skala
yang sudah distandarisasi
b. Perfusi
1) Bunyi jantung
Bunyi jantung ketiga sering kali
terdengar pada kasus-kasus gagal jantung
2) Titik implus
maksimal
Palpasi titik
implus maksimal. Bagian apeks jantung biasanya sampai pada dinding anterior
dada atau dekat dengan ruang interkosta lima kiri di faris midklavikula
3) Distensi vena
junggularis
Tentukan ada
tidaknya distensi vena jugularis. Ubah posisi pasien menjadi semifowler dengan
kepala miring ke kanan atau ke kiri.
c. Kognisi
Lakukan
pengkajian neurologis dan catat nilai GCS. Medikasi misalnya teofilin dan
alupent. Yang digunakan untuk mengatasi gangguan pulmonal menimgulkan efek pada
system saraf pusat, seperti kegelisahan, takikardia, dan agitasi. Hipoksemia
dan hiperkapnia dapat menyebabkan kegelisahan dan penurunan kesadaran.
4.
Kondisi pernapasan
a. Dapat menjawab,
lengkap tidak terputus-putus, tidak tersendat-sendat tidak menggeh-menggeh dan
fungsi pernapasan baik
b. Bila menjawab
terputus-putus, tersendat-sendat, menggeh-menggeh dan pungsi pernapasan
terganggu.
c. Bila tidak
menjawab, tidak ada suara, tidak ada gerakan nafas, tidak ada hawa nafas dan
pernafasan berhenti.
Jika pengobatan mencakup pembedahan,
penting artinya jika perawatan mengetahui sifat dari pembedahan sehingga dapat
merencanakan asuhan yang sesuai. Jika pasien diperkirakan akan tidak mempunyai
suara lagi, evaluasi paska operatif oleh terapi wicara diperlukan. Kemampuan
pasen untuk mendengarm melihat, membaca, dan menulis dikaji, kerusakan visual
dan buta huruf fungsional dapat menimbulkan masalah tambahan.
B.
Diagnosa Keperawatan
1.
Bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan bronkospasme
2.
Gangguan bertukaran gas berhubungan
dengan gangguan suplai oksigen
3.
Bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan inflamasi trakheobronkial, edema dan peningkatan produksi
sputum, menurunnya fungsi fisiologis saluran pernapasan, ketidakmampuan batuk,
adanya benda asing (ETT, Corpus alienum)
C.
Intervesnsi Keperawatan
|
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
dan criteria Hasil
|
Intervensi
|
|
1
|
Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif
Definisi
: Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran
pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas.
Batasan Karakteristik :
-
Dispneu,
Penurunan suara nafas
-
Orthopneu
-
Cyanosis
-
Kelainan
suara nafas (rales, wheezing)
-
Kesulitan
berbicara
-
Batuk, tidak
efekotif atau tidak ada
-
Mata melebar
-
Produksi
sputum
-
Gelisah
-
Perubahan
frekuensi dan irama nafas
Faktor-faktor yang berhubungan:
-
Lingkungan :
merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif-POK, infeksi
-
Fisiologis :
disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan nafas,
asma.
-
Obstruksi
jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya
jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda
asing di jalan nafas.
|
NOC :
v Respiratory
status : Ventilation
v Respiratory
status : Airway patency
v Aspiration Control
Kriteria Hasil :
v Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed
lips)
v Menunjukkan
jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
v Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang
dapat menghambat jalan nafas
|
NIC :
Airway
suction
§ Pastikan
kebutuhan oral / tracheal suctioning
§ Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
suctioning.
§ Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
§ Minta klien
nafas dalam sebelum suction dilakukan.
§ Berikan O2
dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
§ Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
§ Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah
kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
§ Monitor status
oksigen pasien
§ Ajarkan
keluarga bagaimana cara melakukan suksion
§
Hentikan suksion
dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan
saturasi O2, dll.
Airway
Management
·
Buka jalan nafas,
guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
·
Posisikan pasien
untuk memaksimalkan ventilasi
·
Identifikasi
pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
·
Pasang mayo bila
perlu
·
Lakukan
fisioterapi dada jika perlu
·
Keluarkan sekret
dengan batuk atau suction
·
Auskultasi suara
nafas, catat adanya suara tambahan
·
Lakukan suction
pada mayo
·
Berikan bronkodilator
bila perlu
·
Berikan pelembab
udara Kassa basah NaCl Lembab
·
Atur intake untuk
cairan mengoptimalkan keseimbangan.
·
Monitor respirasi
dan status O2
|
|
2
|
Pola Nafas tidak efektif
Definisi
: Pertukaran udara inspirasi dan/atau ekspirasi tidak adekuat
Batasan
karakteristik :
-
Penurunan
tekanan inspirasi/ekspirasi
-
Penurunan
pertukaran udara per menit
-
Menggunakan
otot pernafasan tambahan
-
Nasal flaring
-
Dyspnea
-
Orthopnea
-
Perubahan
penyimpangan dada
-
Nafas pendek
-
Assumption of
3-point position
-
Pernafasan
pursed-lip
-
Tahap
ekspirasi berlangsung sangat lama
-
Peningkatan
diameter anterior-posterior
-
Pernafasan
rata-rata/minimal
§ Bayi : < 25 atau > 60
§ Usia 1-4 : < 20 atau > 30
§ Usia 5-14 : < 14 atau > 25
§ Usia > 14 : < 11 atau > 24
-
Kedalaman
pernafasan
§ Dewasa volume tidalnya 500 ml saat istirahat
§ Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg
-
Timing rasio
-
Penurunan
kapasitas vital
Faktor
yang berhubungan :
-
Hiperventilasi
-
Deformitas
tulang
-
Kelainan
bentuk dinding dada
-
Penurunan
energi/kelelahan
-
Perusakan/pelemahan
muskulo-skeletal
-
Obesitas
-
Posisi tubuh
-
Kelelahan
otot pernafasan
-
Hipoventilasi
sindrom
-
Nyeri
-
Kecemasan
-
Disfungsi
Neuromuskuler
-
Kerusakan
persepsi/kognitif
-
Perlukaan
pada jaringan syaraf tulang belakang
-
Imaturitas
Neurologis
|
NOC :
v Respiratory
status : Ventilation
v Respiratory
status : Airway patency
v Vital sign
Status
Kriteria Hasil :
v Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed
lips)
v Menunjukkan
jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
v Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah,
nadi, pernafasan)
|
NIC :
Airway Management
·
Buka jalan nafas,
guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
·
Posisikan pasien
untuk memaksimalkan ventilasi
·
Identifikasi
pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
·
Pasang mayo bila
perlu
·
Lakukan
fisioterapi dada jika perlu
·
Keluarkan sekret
dengan batuk atau suction
·
Auskultasi suara
nafas, catat adanya suara tambahan
·
Lakukan suction
pada mayo
·
Berikan
bronkodilator bila perlu
·
Berikan pelembab
udara Kassa basah NaCl Lembab
·
Atur intake untuk
cairan mengoptimalkan keseimbangan.
·
Monitor respirasi
dan status O2
Terapi
Oksigen
v
Bersihkan mulut,
hidung dan secret trakea
v Pertahankan
jalan nafas yang paten
v Atur peralatan
oksigenasi
v Monitor aliran
oksigen
v Pertahankan
posisi pasien
v Onservasi
adanya tanda tanda hipoventilasi
v
Monitor adanya
kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital
sign Monitoring
|
|
3
|
Gangguan Pertukaran gas
Definisi
: Kelebihan atau kekurangan dalam oksigenasi dan atau pengeluaran
karbondioksida di dalam membran kapiler alveoli
Batasan
karakteristik :
è Gangguan penglihatan
è Penurunan CO2
è Takikardi
è Hiperkapnia
è Keletihan
è somnolen
è Iritabilitas
è Hypoxia
è kebingungan
è Dyspnoe
è nasal faring
è AGD Normal
è sianosis
è warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)
è Hipoksemia
è hiperkarbia
è sakit kepala ketika bangun
èfrekuensi dan kedalaman nafas abnormal
Faktor
faktor yang berhubungan :
è ketidakseimbangan perfusi ventilasi
è perubahan membran kapiler-alveolar
|
NOC :
v Respiratory
Status : Gas exchange
v Respiratory
Status : ventilation
v Vital Sign
Status
Kriteria
Hasil :
v Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi
yang adekuat
v Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda
tanda distress pernafasan
v
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed
lips)
v
Tanda tanda vital
dalam rentang normal
|
NIC :
Airway Management
·
Buka jalan nafas,
guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
·
Posisikan pasien
untuk memaksimalkan ventilasi
·
Identifikasi
pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
·
Pasang mayo bila
perlu
·
Lakukan
fisioterapi dada jika perlu
·
Keluarkan sekret
dengan batuk atau suction
·
Auskultasi suara
nafas, catat adanya suara tambahan
·
Lakukan suction
pada mayo
·
Berika
bronkodilator bial perlu
·
Barikan pelembab
udara
·
Atur intake untuk
cairan mengoptimalkan keseimbangan.
·
Monitor respirasi
dan status O2
Respiratory Monitoring
·
Monitor rata –
rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
·
Catat pergerakan
dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
·
Monitor suara
nafas, seperti dengkur
·
Monitor pola
nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
·
Catat lokasi trakea
·
Monitor kelelahan
otot diagfragma (gerakan paradoksis)
·
Auskultasi suara
nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
·
Tentukan
kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas
utama
·
auskultasi suara
paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
|
|
4
|
Kurang Pengetahuan
Definisi
:
Tidak
adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan topic spesifik.
Batasan
karakteristik : memverbalisasikan adanya masalah, ketidakakuratan mengikuti
instruksi, perilaku tidak sesuai.
Faktor
yang berhubungan : keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi
yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui
sumber-sumber informasi.
|
NOC :
v Kowlwdge :
disease process
v Kowledge :
health Behavior
Kriteria Hasil :
v Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang
penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
v Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
v Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
|
NIC :
Teaching : disease
Process
1.
Berikan
penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang
spesifik
2.
Jelaskan
patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
3.
Gambarkan
tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
4.
Gambarkan
proses penyakit, dengan cara yang tepat
5.
Identifikasi
kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
6.
Sediakan
informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
7.
Hindari
harapan yang kosong
8.
Sediakan bagi
keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
9.
Diskusikan
perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
10.
Diskusikan
pilihan terapi atau penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan
cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat
|
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Obstruksi
saluran nafas kronis merupakan sekumpulan gejala dan tanda yang diakibatkan
oleh sumbatan di saluaran nafas bagian atas. Sumbatan jalan nafas karena benda
asing sangat berbahaya dan harus segera dibersihkan karena apabila tidak dapat
bernafas, maka kita tidak dapat memberikan pernafasan buatan.
Sumbatan airway
pada penderita yang sadar dapat menyebabkan henti jantung. Pada sumbatan total,
pernafasan akan berhenti karna benda tersebut menyumbat airway sepenuhnya.
Beberapa menit kemudian penderita yang sada akan menjadi tidak sadar (karna
otak kekurangan oksigen) dan kematian akan terjadi jika sumbatan tidak diatasi.
Penyebab sumbatan yang banyak ditemukan adalah “makanan”.
Berbagai
faktor berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor
resiko yaitu factor yang menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti
kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi, genetic dan
perubahan cuaca. Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi
komponen (kelainan kogenita) yang memugkinkan adanya reversibilitas. Tahap
perjalanan penyakit dan penyakit lain diluar paru seperti sinusitis dan
faringitis kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut membuat perburukan
makin lebih cepat terjadi. Untuk melakukan penatalaksanaan Obatruksi saluran
nafas cronis perlu diperhatikan factor-faktor tersebut, sehingga pengobatan
Obstruksi saluran nafas cronis menjadi lebih baik.
B.
Saran
Menyadari bahwa
penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan
details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang
lebih banyak yang tentu dapat di pertanggungjawabkan.
Untuk saran
bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi
terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan. Untuk bagian
terakhir dari makalah adalah daftar pustaka. Pada kesempatan lain akan saya
jelaskan tentang daftar pustaka makalah.
DAFTAR PUSTAKA
PDPI.2006. “ PPOK Pedoman Praktis Diagnosis &
Penatalaksanaan di Indonesia”. Jakarta
Riyanto BS, Hisyam B.2006. “Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi 4. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut”. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
IPD FKUI.
NANDA
NIC NOC. 2013. Aflikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis. Jilid
1& 2. Edisi Revisi.





0 comments:
Post a Comment