BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perilaku yang ditampilkan oleh setiap individu sangatlah
beragam dan unik. Keberagaman dan keunikan tersebut menarik perhatian para ahli
untuk meneliti tentang perilaku manusia. Terdapat banyak teori yang menjelaskan
tentang determinan perilaku manusia. Dalam teori-teori tersebut para ahli
memaparkan pendapatnya tentang bagaimana suatu perilaku terbentuk dan faktor
apa saja yang mempengaruhi.
Skiner dalam Notoatmodjo (2010), seorang ahli psikologi,
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar). Teori Skiner ini dikenal sebagai teori S-O-R
(Stimulus-Organisme-Respon). Namun dalam kenyataan, stimulus yang diterima oleh
organisme tidak selamanya mampu menghasilkan perilaku, ada beberapa faktor lain
yang berperan dalam munculnya perilaku, salah satunya adalah adanya niat untuk
berperilaku tertentu dari suatu individu. Niat itu sendiri juga tidak akan
muncul tanpa adanya determinan yang mempengaruhi. Teori ini dijelaskan oleh
Atzen dalam teorinya yang dikenal dengan Theory Of Reasoned Action) / Teori
Perilaku Yang Direncanakan ( Theory of Planned Behaviour ). Teori ini
menghubungkan keyakinan (beliefs), sikap (attitude), kehendak (intention)
dan perilaku. Dalam makalah ini akan dibahas lebih dalam mengenai teori
tersebut untuk mengetahui bagaimana perilaku muncul karena adanya niat dari
orang tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana konsep umum determinan dan
perubahan perilaku ?
2.
apa saja teori-teori tentang perubahan
perilaku ?
3.
bagaimaan strategi perubahan perilaku ?
4.
apa saja bentuk perubahan perilaku ?
C.
Tujuan
1.
Mahasiswa dapat memahami konsep umum
determinan dan perubahan perilaku.
2.
Mahasiswa dapat memahami teori-teori
tentang perubahan perilaku.
3.
Mahasiswa dapat memahami strategi
perubahan perilaku.
4.
Mahasiswa dapat memahami bentuk
perubahan perilaku.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Determinan dan Perubahan Perilaku
Perilaku dari pandangan biologis adalah suatu kegiatan atau
aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia pada hakikatnya
adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku
manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup: berjalan,
berbicara, bereaksi, berpakaian, dan sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir,
persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Untuk kepentingan kerangka
analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh
organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau secara tidak
langsung.
Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan
organisme tersebut dipengaruhi baik oleh faktor genetik (keturunan) dan
lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan ini
merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia.
Hereditas atau faktor keturunan adalah konsepsi dasar atau modal untuk
perkembangan perilaku makhluk hidup itu
untuk selanjutnya. Sedangkan lingkungan adalah kondisi atau lahan untuk perkembangan
perilaku tersebut.
Faktor-faktor
yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan
perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yakni:
1.
Determinan internal, yakni karakterisitik orang yang
bersangkutan yang bersifat given atau bawaan misalnya tingkat kecerdasan,
tingkat emosional, jenis kelamin.
2.
Determinan eksternal yaitu lingkungan baik lingkungan
fisik, sosial, budaya ekonomi, politik.
Dalam
perubahan perilaku kesehatan hal yang terpenting adalah masalah pembentukan dan
perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari pendidikan
atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan lainnya.
Pengertian
Perilaku menurut Kwick (1974) dalam
Notoatmodjo (1993) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau
perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Di
dalam proses pembentukan atau perubahan perilaku tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri.
Faktor-faktor
itu sendiri antara lain seperti persepsi, motivasi, proses belajar, lingkungan
dan sebagainya.
Sebagai petugas
kesehatan masyarakat, tentu kita sangat paham, bahwa keberhasilan mencapai
target, keberhasilan pelaksanaan suatu program banyak dipengaruhi dan
ditentukan oleh faktor perilaku. Kita dapat mengambil contoh diantaranya,
program peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Beberapa program
terkait itu, misalnya peningkatan akses jamban masyarakat, peningkatan peran
serta masyarakat pada gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), dan lain
sebagainya, menempatkan faktor perilaku masyarakat sebagai hambatan utama
mencapai target. Diantara alasan pembenar yang sering diungkapkan (atas
kegagalan mencapai tujuan), bahwa merubah perilaku seseorang memang sulit,
diperlukan waktu panjang (bahkan beberapa generasi0 untuk melakukannya. Apa,
bagaimana, faktor perilaku ini ?
Berikut ini
berapa referensi yang terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan
perilaku seseorang. Terdapat beberapa tahapan yang dilalui, sehingga kita dapat
mengalami perubahan perilaku. Tahap-tahap tersebut antara lain tahap
mengetahui, memahami, mempraktekkan, merangkum, serta tahap evaluasi.
Pada tahap
pertama, bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku adalah pengetahuan
(knowledge). Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,
telinga). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek.
Pengetahuan
(knowledge) adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Komponen kognitif merupakan
representasi yang dipercaya oleh individu. Komponen kognitif berisi persepsi
dan kepercayaan yang dimiliki individu mengenai sesuatu kepercayaan datang dari
yang telah dilihat, kemudian terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat
atau karakteristik umum suatu objek. Sekali kepercayaan telah terbentuk, akan menjadi
dasar pengetahuan seseorang mengenai yang dapat diharapkan dari objek tertentu.
Namun kepercayaan sebagai komponen kognitif tidak terlalu akurat. Kadang-kadang
kepercayaan tersebut terbentuk justru dikarenakan kurang atau tiadanya
informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi. Seringkali komponen kognitif
ini dapat disamakan dengan pandangan atau opini.
Tahap kedua
adalah tahap memahami (comprehension), merupakan tahap memahami suatu objek
bukan sekedar tahu atau dapat menyebutkan, tetapi juga dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek. Tahap selanjutnya, tahap
ketiga, tahap aplikasi (application), yaitu jika orang yang telah memahami
objek yang dimaksud dapat mengaplikasikan prinsip yang diketahui pada situasi
yang lain. Sedangkan tahap ke empat merupakan tahap analisis (analysis),
merupakan kemampuan seseorang menjabarkan dan atau memisahkan. Indikasi bahwa
pengetahuan seseorang sudah sampai pada tingkat analisis jika dapat membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram pada pengetahuan atas objek
tersebut.
Tahap ke lima
adalah sintesis (synthesis). Tahap ini menunjukkan kemampuan seseorang untuk
merangkum suatu hubungan logis dari komponen ¬komponen pengetahuan yang
dimiliki. Sintesis merupakan kemampuan untuk menyusun formulasi baru. Sedangkan
tahap terakhir, berupa tahap evaluasi (evaluation). Tahap ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
melakukan penilaian terhadap suatu objek.
Sedangkan menurut Green
faktor perilaku dibentuk oleh tiga faktor utama yaitu :
1.
Faktor predisposisi (predisposing
factors), yaitu faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya
perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan,
nilai-nilai dan tradisi.
2.
Faktor pemungkin (enabling factors),
yaitu faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan
antara lain umur, status sosial ekonomi, pendidikan, prasarana dan sarana serta
sumber daya.
3.
Faktor pendorong atau penguat
(reinforcing factors), faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku
misalnya dengan adanya contoh dari para tokoh masyarakat yang menjadi panutan.
B.
Teori
Perubahan Perilaku
1.
Teori
Stimulus-Organisme-Respon
Teori ini
berasumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung pada kualitas
rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Hosland, et al (1953)
mengatakan bahwa proses perubahan perilaku sama dengan proses belajar, pada
individu yang terdiri dari :
a)
Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme
dapat diterima atau ditolak.
Stimulus ditolak berarti stimulus
itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti di sini.
Sedangkan stimulus diterima berarti ada perhatian dari individu dan stimulus
tersebut efektif.
b) Apabila
organisme telah menerima stimulus maka ia akan mengerti stimulus tersebut dan
melanjutkan kepada proses berikutnya.
c) Setelah itu
organisme akan mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk
bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).
d) Akhirnya
dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut
mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).
2.
Teori
Festinger
Teori Finger
(1957) telah banyak pengaruhnya dalam psikologi sosial. Yang menyatakan bahwa
keadaan cognitive dissonance merupakan keadaan ketidakseimbangan
psikologis yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai
keseimbangan kembali. Ketidakseimbangan dalam diri seseorang dapat menyebabkan
perubahan perilaku karena adanya perbedaan jumlah elemen kognisi yang tidak
seimbang dengan jumlah elemen kognitif, sehingga akan menimbulkan konflik pada
diri individu tersebut.
3.
Teori
Fungsi
Teori ini
berdasakan anggapan bahwa perubahan perilaku individu itu tergantung kepada
kebutuhan. Menurut Katz (1960) perilaku dilatar belakangi oleh kebutuhan
individu yang bersangkutan. Katz berasumsi bahwa :
a) Perilaku
memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan
terhadap kebutuhan.
b) Perilaku
dapat berfungsi sebagai pertahanan diri dalam menghadapi lingkungannya.
c) Perilaku
berfungsi sebagai penerima objek dan memberikan arti.
d) Perilaku
berfungsi sebagai nilai ekspresif dalam diri seseorang dalam menjawab suatu
situasi.
Teori ini
meyakinkan bahwa perilaku ini mempunyai fungsi untuk menghadapi dunia luar
individu, dan senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya menurut
kebutuhannya. Oleh sebab itu, di dalam kehidupan manusia, perilaku itu tampak
terus-menerus dan berubah secara relatif.
4.
Teori Kurt Lewin
Kurt Lewin
(1970) berpendapat bahwa manusia itu adalah suatu keadaan yang seimbang antara
kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan
penahan (restrining forces). Perilaku itu dapat berubah apabila terjadi
ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut di dalam diri seseorang.
Sehingga ada
tiga kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang itu, yakni:
1. Kekuatan-kekuatan
pendorong meningkat. Hal ini terjadi adanya stimulus-stimulus berupa penyuluhan
yang mendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan perilaku.
2. Kekuatan-kekuatan
penahan menurun. Hal ini akan terjadi adanya stimulus-stimulus yang memperlemah
kekuatan penahan tersebut.
3. Kekuatan
pendorong meningkat, kekuatan pendorong menurun.
5.
Teori
WHO
Menurut WHO, yang dikutip oleh Notoatmodjo (1993), perubahan
perilaku dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu :
a) Perubahan
alamiah (natural change), ialah perubahan yang dikarenakan perubahan
pada lingkungan fisik, sosial, budaya ataupun ekonomi dimana dia hidup dan
beraktivitas.
b) Perubahan
terencana (planned change), ialah perubahan ini terjadi, karena memang
direncanakan sendiri oleh subjek.
c) Perubahan
dari hal kesiapan untuk berubah (readiness to change), ialah perubahan
yang terjadi apabila terdapat suatu inovasi atau program-program baru, maka
yang terjadi adalah sebagian orang cepat mengalami perubahan perilaku dan
sebagian lagi lamban.
C.
Strategi
Perubahan Perilaku
Didalam program-program kesehatan, agar diperoleh perubahan
perilaku yang sesuai dengan norma-norma kesehatan, sangat diperlukan
usaha-usaha konkret dan positif. Beberapa strategi untuk memperoleh perubahan
perilaku tersebut menurut WHO dikelompokkan menjadi tiga, yakni:
1.
Menggunakan
Kekuata/Kekuasaan atau Dorongan
Akan menghasilkan perubahan perilaku
yang cepat akan tetapi perubahan tersebut belum tentu akan berlangsung lama
karena perubahan perilaku yang terjadi tidak atau belum berdasarkan kesadaran
sendiri.
2.
Pemberian Informasi
Hasil atau perubahan perilaku dengan
cara ini akan memakan waktu yang lama tetapi perubahan yang dicapai akan
bersifat langgeng karena didasari pada kesadaran mereka sendiri (bukan karena
paksaan).
3.
Diskusi dan Partisipasi
Akan memakan waktu yang lebih lama
dari cara yang kedua tersebut dan jauh lebih baik dengan cara yang pertama.
Namun cara ini salah satu cara yang baik dalam rangka memberikan
informasi-informasi dan pesan-pesan kesehatan.
D.
Bentuk Perubahan Perilaku
Bentuk perubahan
perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep yang digunakan oleh para ahli
dalam pemahamannya terhadap perilaku. Dibawah ini diuraikan bentuk-bentuk
perubahan perilaku menurut WHO. Menurut WHO, perubahan perilaku itu
dikelompokkan menjadi 3, yakni :
1.
Perubahan Alamiah (Natural Change)
Perilaku
manusia selalu berubah dimana sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian
alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi perubahan lingkungan fisik
atau sosial budaya dan ekonomi maka anggota-anggota masyarakat didalamnya juga
akan mengalami perubahan.
Misalnya
Bu Ani apabila sakit kepala (pusing) membuat ramuan daun-daunan yang ada di
kebunnya lalu meminumnya. Tetapi karena intensifikasi kebunnya maka daun-daunan
untuk obat tersebut terbabat habis diganti dengan tanam-tanaman untuk bahan
makann. Maka dengan tidak berpikir panjang lebar lagi Bu Ani berganti minum
jamu cap jago yang dapat dibeli di warung.
2.
Perubahan Rencana (Planned Change)
Perubahan
perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. Misalnya
Pak Anwar adalah perokok berat. Tetapi karena pada suatu saat ia terserang
batuk-batuk yang sangat mengganggu maka ia memutuskan untuk mengurangi merokok
sedikit demi sedikit dan akhirnya ia berhenti merokok sama sekali.
3.
Kesediaan Untuk Berubah (Readiness to
Change)
Apabila
terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan didalam masyarakat maka
yang sering terjadi adalah sebagai orang sangat cepat untuk menerima inovasi
atau perubahan tersebut (berubah perilakunya). Tetapi sebagian orang lagi
sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Hal ini
disebabkan karena pada setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah
(readiness of change) yang berbeda-beda.
Setiap
orang didalam suatu masyarakat mempunyai kesediaan untuk berubah yang
berbeda-beda meskipun kondisinya sama. Didalam program-program kesehatan, agar
diperoleh perubahan perilaku yang sesuai dengan norma-norma kesehatan, sangat
diperlukan usaha-usaha konkret dan positif. Beberapa strategi untuk memperoleh
perubahan perilaku tersebut menurut WHO dikelompokkan menjadi 3, yakni :
a) Menggunakan
Kekuatan / Kekuasaan atau Dorongan
Dalam hal ini
perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran atau masyarakat sehingga ia mau
melakukan (berperilaku) seperti yang diharapkan. Cara ini dapat ditempuh
misalnya dengan adanya peraturan-peraturan / perundang-undangan yang harus
dipatuhi oleh anggota masyarakat.
Cara ini akan
menghasilkan perubahan perilaku yang cepat akan tetapi perubahan tersebut belum
tentu akan berlangsung lama karena perubahan perilaku yang terjadi tidak atau
belum berdasarkan kesadaran sendiri.
b) Pemberian
Informasi
Dengan memberikan
informasi-informasi tentang cara-cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan
kesehatan, cara-cara menghindari penyakit, dan sebagainya akan meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya dengan
pengetahuan-pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka dan akhirnya akan
menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya itu.
Hasil atau
perubahan perilaku dengan cara ini akan memakan waktu yang lama tetapi
perubahan yang dicapai akan bersifat langgeng karena didasari pada kesadaran
mereka sendiri (bukan karena paksaan).
c) Diskusi
dan Partisipasi
Cara ini adalah
sebagai peningkatan cara yang kedua tersebut di atas. Dimana dalam memberikan
informasi-informasi tentang kesehatan tidak bersifat searah saja tetapi dua
arah. Hal ini berarti bahwa masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi
tetapi juga harus aktif berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang
informasi yang diterimanya.
Dengan demikian
maka pengetahuan-pengetahuan kesehatan sebagai dasar perilaku mereka diperoleh
secara mantap dan lebih mendalam dan akhirnya perilaku mereka peroleh akan
lebih mantap juga bahkan merupakan referensi perilaku orang lain.
Sudah barang
tentu cara ini akan memakan waktu yang lebih lama dari cara yang kedua tersebut
dan jauh lebih baik dengan cara yang pertama. Diskusi partisipasi adalah salah
satu cara yang baik dalam rangka memberikan informasi-informasi dan pesan-pesan
kesehatan.
Daftar
Pustaka
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. 2013. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Cet. ke-2. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2006. Prinsip-Prinsip
Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat Cet. ke-2. Jakarta. Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.
Jakarta. Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta. Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku
Kesehatan.
Jakarta. Rineka Cipta.
Refernce:
Notoadmojo, S. 1993. Pengantar
Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: PT Andi
Offset
0 comments:
Post a Comment