Saturday 12 December 2015

Makalah Determinan Dan Perubahan Perilaku



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Perilaku yang ditampilkan oleh setiap individu sangatlah beragam dan unik. Keberagaman dan keunikan tersebut menarik perhatian para ahli untuk meneliti tentang perilaku manusia. Terdapat banyak teori yang menjelaskan tentang determinan perilaku manusia. Dalam teori-teori tersebut para ahli memaparkan pendapatnya tentang bagaimana suatu perilaku terbentuk dan faktor apa saja yang mempengaruhi.
Skiner dalam Notoatmodjo (2010), seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Teori Skiner ini dikenal sebagai teori S-O-R (Stimulus-Organisme-Respon). Namun dalam kenyataan, stimulus yang diterima oleh organisme tidak selamanya mampu menghasilkan perilaku, ada beberapa faktor lain yang berperan dalam munculnya perilaku, salah satunya adalah adanya niat untuk berperilaku tertentu dari suatu individu. Niat itu sendiri juga tidak akan muncul tanpa adanya determinan yang mempengaruhi. Teori ini dijelaskan oleh Atzen dalam teorinya yang dikenal dengan Theory Of Reasoned Action) / Teori Perilaku Yang Direncanakan ( Theory of Planned Behaviour ). Teori ini menghubungkan keyakinan (beliefs), sikap (attitude), kehendak (intention) dan perilaku. Dalam makalah ini akan dibahas lebih dalam mengenai teori tersebut untuk mengetahui bagaimana perilaku muncul karena adanya niat dari orang tersebut.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep umum determinan dan perubahan perilaku ?
2.      apa saja teori-teori tentang perubahan perilaku ?
3.      bagaimaan strategi perubahan perilaku ?
4.      apa saja bentuk perubahan perilaku ?
C.    Tujuan
1.      Mahasiswa dapat memahami konsep umum determinan dan perubahan perilaku.
2.      Mahasiswa dapat memahami teori-teori tentang perubahan perilaku.
3.      Mahasiswa dapat memahami strategi perubahan perilaku.
4.      Mahasiswa dapat memahami bentuk perubahan perilaku.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Determinan dan Perubahan Perilaku
Perilaku dari pandangan biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup: berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Untuk kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung.
Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi baik oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan ini merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia. Hereditas atau faktor keturunan adalah konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan  perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan lingkungan adalah kondisi atau lahan untuk perkembangan perilaku tersebut.
Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yakni:
1.      Determinan internal, yakni karakterisitik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin.
2.      Determinan eksternal yaitu lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya ekonomi, politik.
Dalam perubahan perilaku kesehatan hal yang terpenting adalah masalah pembentukan dan perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari pendidikan atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan lainnya.
Pengertian Perilaku menurut Kwick (1974) dalam  Notoatmodjo (1993) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Di dalam proses pembentukan atau perubahan perilaku tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri.
Faktor-faktor itu sendiri antara lain seperti persepsi, motivasi, proses belajar, lingkungan dan sebagainya.
Sebagai petugas kesehatan masyarakat, tentu kita sangat paham, bahwa keberhasilan mencapai target, keberhasilan pelaksanaan suatu program banyak dipengaruhi dan ditentukan oleh faktor perilaku. Kita dapat mengambil contoh diantaranya, program peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Beberapa program terkait itu, misalnya peningkatan akses jamban masyarakat, peningkatan peran serta masyarakat pada gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), dan lain sebagainya, menempatkan faktor perilaku masyarakat sebagai hambatan utama mencapai target. Diantara alasan pembenar yang sering diungkapkan (atas kegagalan mencapai tujuan), bahwa merubah perilaku seseorang memang sulit, diperlukan waktu panjang (bahkan beberapa generasi0 untuk melakukannya. Apa, bagaimana, faktor  perilaku ini ?
Berikut ini berapa referensi yang terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku seseorang. Terdapat beberapa tahapan yang dilalui, sehingga kita dapat mengalami perubahan perilaku. Tahap-tahap tersebut antara lain tahap mengetahui, memahami, mempraktekkan, merangkum, serta tahap evaluasi.
Pada tahap pertama, bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku adalah pengetahuan (knowledge). Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Komponen kognitif merupakan representasi yang dipercaya oleh individu. Komponen kognitif berisi persepsi dan kepercayaan yang dimiliki individu mengenai sesuatu kepercayaan datang dari yang telah dilihat, kemudian terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek. Sekali kepercayaan telah terbentuk, akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai yang dapat diharapkan dari objek tertentu. Namun kepercayaan sebagai komponen kognitif tidak terlalu akurat. Kadang-kadang kepercayaan tersebut terbentuk justru dikarenakan kurang atau tiadanya informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi. Seringkali komponen kognitif ini dapat disamakan dengan pandangan atau opini.
Tahap kedua adalah tahap memahami (comprehension), merupakan tahap memahami suatu objek bukan sekedar tahu atau dapat menyebutkan, tetapi juga dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek. Tahap selanjutnya, tahap ketiga, tahap aplikasi (application), yaitu jika orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat mengaplikasikan prinsip yang diketahui pada situasi yang lain. Sedangkan tahap ke empat merupakan tahap analisis (analysis), merupakan kemampuan seseorang menjabarkan dan atau memisahkan. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang sudah sampai pada tingkat analisis jika dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram pada pengetahuan atas objek tersebut.
Tahap ke lima adalah sintesis (synthesis). Tahap ini menunjukkan kemampuan seseorang untuk merangkum suatu hubungan logis dari komponen ¬komponen pengetahuan yang dimiliki. Sintesis merupakan kemampuan untuk menyusun formulasi baru. Sedangkan tahap terakhir, berupa tahap evaluasi (evaluation). Tahap ini  berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek.
Sedangkan menurut Green faktor perilaku dibentuk oleh tiga faktor utama yaitu :
1.      Faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai dan tradisi.
2.      Faktor pemungkin (enabling factors), yaitu faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan antara lain umur, status sosial ekonomi, pendidikan, prasarana dan sarana serta sumber daya.
3.      Faktor pendorong atau penguat (reinforcing factors), faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku misalnya dengan adanya contoh dari para tokoh masyarakat yang menjadi panutan.

B.     Teori Perubahan Perilaku
1.      Teori Stimulus-Organisme-Respon
Teori ini berasumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung pada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Hosland, et al (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku sama dengan proses belajar, pada individu yang terdiri dari :
a)      Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak.
Stimulus ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti di sini. Sedangkan stimulus diterima berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.
b)      Apabila organisme telah menerima stimulus maka ia akan mengerti stimulus tersebut dan melanjutkan kepada proses berikutnya.
c)      Setelah itu organisme akan mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).
d)     Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).

2.      Teori Festinger
Teori Finger (1957) telah banyak pengaruhnya dalam psikologi sosial. Yang menyatakan bahwa keadaan cognitive dissonance merupakan keadaan ketidakseimbangan psikologis yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai keseimbangan kembali. Ketidakseimbangan dalam diri seseorang dapat menyebabkan perubahan perilaku karena adanya perbedaan jumlah elemen kognisi yang tidak seimbang dengan jumlah elemen kognitif, sehingga akan menimbulkan konflik pada diri individu tersebut.

3.      Teori Fungsi
Teori ini berdasakan anggapan bahwa perubahan perilaku individu itu tergantung kepada kebutuhan. Menurut Katz (1960) perilaku dilatar belakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Katz berasumsi bahwa :
a)      Perilaku memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan.
b)      Perilaku dapat berfungsi sebagai pertahanan diri dalam menghadapi lingkungannya.
c)      Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan memberikan arti.
d)     Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dalam diri seseorang dalam menjawab suatu situasi.
Teori ini meyakinkan bahwa perilaku ini mempunyai fungsi untuk menghadapi dunia luar individu, dan senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya menurut kebutuhannya. Oleh sebab itu, di dalam kehidupan manusia, perilaku itu tampak terus-menerus dan berubah secara relatif.

4.      Teori Kurt Lewin
Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa manusia itu adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restrining forces). Perilaku itu dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut di dalam diri seseorang.
Sehingga ada tiga kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang itu, yakni:
1.      Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi adanya stimulus-stimulus berupa penyuluhan yang mendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan perilaku.
2.      Kekuatan-kekuatan penahan menurun. Hal ini akan terjadi adanya stimulus-stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut.
3.      Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan pendorong menurun.

5.      Teori WHO
Menurut WHO, yang dikutip oleh Notoatmodjo (1993), perubahan perilaku dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu :
a)      Perubahan alamiah (natural change), ialah perubahan yang dikarenakan perubahan pada lingkungan fisik, sosial, budaya ataupun ekonomi dimana dia hidup dan beraktivitas.
b)      Perubahan terencana (planned change), ialah perubahan ini terjadi, karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.
c)      Perubahan dari hal kesiapan untuk berubah (readiness to change), ialah perubahan yang terjadi apabila terdapat suatu inovasi atau program-program baru, maka yang terjadi adalah sebagian orang cepat mengalami perubahan perilaku dan sebagian lagi lamban.

C.    Strategi Perubahan Perilaku
Didalam program-program kesehatan, agar diperoleh perubahan perilaku yang sesuai dengan norma-norma kesehatan, sangat diperlukan usaha-usaha konkret dan positif. Beberapa strategi untuk memperoleh perubahan perilaku tersebut menurut WHO dikelompokkan menjadi tiga, yakni:
1.      Menggunakan Kekuata/Kekuasaan atau Dorongan
Akan menghasilkan perubahan perilaku yang cepat akan tetapi perubahan tersebut belum tentu akan berlangsung lama karena perubahan perilaku yang terjadi tidak atau belum berdasarkan kesadaran sendiri.
2.      Pemberian Informasi
Hasil atau perubahan perilaku dengan cara ini akan memakan waktu yang lama tetapi perubahan yang dicapai akan bersifat langgeng karena didasari pada kesadaran mereka sendiri (bukan karena paksaan).
3.      Diskusi dan Partisipasi
Akan memakan waktu yang lebih lama dari cara yang kedua tersebut dan jauh lebih baik dengan cara yang pertama. Namun cara ini salah satu cara yang baik dalam rangka memberikan informasi-informasi dan pesan-pesan kesehatan.

D.    Bentuk Perubahan Perilaku
Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep yang digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku. Dibawah ini diuraikan bentuk-bentuk perubahan perilaku menurut WHO. Menurut WHO, perubahan perilaku itu dikelompokkan menjadi 3, yakni :
1.      Perubahan Alamiah (Natural Change)
Perilaku manusia selalu berubah dimana sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi maka anggota-anggota masyarakat didalamnya juga akan mengalami perubahan.
Misalnya Bu Ani apabila sakit kepala (pusing) membuat ramuan daun-daunan yang ada di kebunnya lalu meminumnya. Tetapi karena intensifikasi kebunnya maka daun-daunan untuk obat tersebut terbabat habis diganti dengan tanam-tanaman untuk bahan makann. Maka dengan tidak berpikir panjang lebar lagi Bu Ani berganti minum jamu cap jago yang dapat dibeli di warung.
2.      Perubahan Rencana (Planned Change)
Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. Misalnya Pak Anwar adalah perokok berat. Tetapi karena pada suatu saat ia terserang batuk-batuk yang sangat mengganggu maka ia memutuskan untuk mengurangi merokok sedikit demi sedikit dan akhirnya ia berhenti merokok sama sekali.
3.      Kesediaan Untuk Berubah (Readiness to Change)
Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan didalam masyarakat maka yang sering terjadi adalah sebagai orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah perilakunya). Tetapi sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Hal ini disebabkan karena pada setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah (readiness of change) yang berbeda-beda.
Setiap orang didalam suatu masyarakat mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda meskipun kondisinya sama. Didalam program-program kesehatan, agar diperoleh perubahan perilaku yang sesuai dengan norma-norma kesehatan, sangat diperlukan usaha-usaha konkret dan positif. Beberapa strategi untuk memperoleh perubahan perilaku tersebut menurut WHO dikelompokkan menjadi 3, yakni :
a)      Menggunakan Kekuatan / Kekuasaan atau Dorongan
Dalam hal ini perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran atau masyarakat sehingga ia mau melakukan (berperilaku) seperti yang diharapkan. Cara ini dapat ditempuh misalnya dengan adanya peraturan-peraturan / perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh anggota masyarakat.
Cara ini akan menghasilkan perubahan perilaku yang cepat akan tetapi perubahan tersebut belum tentu akan berlangsung lama karena perubahan perilaku yang terjadi tidak atau belum berdasarkan kesadaran sendiri.
b)      Pemberian Informasi
Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara-cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara-cara menghindari penyakit, dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya dengan pengetahuan-pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka dan akhirnya akan menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya itu.
Hasil atau perubahan perilaku dengan cara ini akan memakan waktu yang lama tetapi perubahan yang dicapai akan bersifat langgeng karena didasari pada kesadaran mereka sendiri (bukan karena paksaan).
c)      Diskusi dan Partisipasi
Cara ini adalah sebagai peningkatan cara yang kedua tersebut di atas. Dimana dalam memberikan informasi-informasi tentang kesehatan tidak bersifat searah saja tetapi dua arah. Hal ini berarti bahwa masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi tetapi juga harus aktif berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang diterimanya.
Dengan demikian maka pengetahuan-pengetahuan kesehatan sebagai dasar perilaku mereka diperoleh secara mantap dan lebih mendalam dan akhirnya perilaku mereka peroleh akan lebih mantap juga bahkan merupakan referensi perilaku orang lain.
Sudah barang tentu cara ini akan memakan waktu yang lebih lama dari cara yang kedua tersebut dan jauh lebih baik dengan cara yang pertama. Diskusi partisipasi adalah salah satu cara yang baik dalam rangka memberikan informasi-informasi dan pesan-pesan kesehatan.











Daftar Pustaka



Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. 2013. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2006. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat Cet. ke-2. Jakarta. Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta. Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta.
Refernce:  Notoadmojo, S. 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: PT Andi Offset

0 comments: