BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu
peritoneum paretal yang melapisi dinding rongga abdomen dan peritoneum visceral
yang melapisi semua organ yang berada dalam rongga abdomen. Ruang yang terdapat
diantara dua lapisan ini disebut ruang peritoneal atau kantong peritoneum. Pada
laki-laki berupa kantong tertutup dan pada perempuan merupakan saluran telur
yang terbuka masuk ke dalam rongga peritoneum, di dalam peritoneum banyak
terdapat lipatan atau kantong. Lipatan besar (omentum mayor) banyak terdapat
lemak yang terdapat disebelah depan lambung. Lipatan kecil (omentum minor) meliputi
hati, kurvaturan minor, dan lambung berjalan keatas dinding abdomen dan
membentuk mesenterium usus halus. Fungsi peritoneum :
1. Menutupi
sebagian dari organ abdomen dan pelvis
2. Membentuk
pembatas yang halus sehinggan organ yang ada dalam rongga peritoneum tidak
saling bergesekan
3. Menjaga
kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding posterior abdomen
4. Tempat
kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi terhadap infeksi.
Sebagai calon perawat sangatlah penting
mengetahui fungsi dari peritoneum dan mengetahui kelainan atau penyakit yang
bisa terjadi pada peritoneum, penyebab dan proses terjadinya gangguan
peritoneum sehingga nantinya dalam praktik keperawatan dapat menerapkan asuhan
keperawatan yang tepat.
B. Rumusan Masalah
-
Apa yang dimaksud dengan peritonitis?
-
Bagaimana tanda dan gejala dari
peritonitis?
-
Apa yang menyebabkan dan bagaimana
proses terjadinya peritonitis?
-
Bagaimana asuhan keperawatan
peritonitis?
C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penyusunan makalah
ini adalah mendukung kegiatan pembelajaran keparawatan, khususnya mata kuliah
pencernaan serta melatih mahasiswa untuk berpikir kritis.
b. Tujuan Khusus
-
Untuk mengetahui dan memahami tentang
peritonitis baik pengertian, penyebab, tanda dan gejalalanya
-
Untuk mengetahui dan memahami tentang
proses terjadinya peritonitis
-
Untuk mengetahui dan memahami asuhan
keperawatan pada klien dengan peritonitis
D. Manfaat
Mendapatkan pengetahuan
tentang pencernaan khususnya tentang asuhan keperawatan pada klien dengan
peritonitis sehingga nantinya dapat mengembangkan pengetahuan tersebut dalam
praktik keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Peritonitis adalah peradangan pada lapisan dinding
perut atau peritoneum. Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan
membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis/kumpulan tanda dan gejala,
diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan
tanda-tanda umum inflamasi. Pasien dengan peritonitis dapat mengalami gejala
akut, penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemik dengan
syok sepsis. Infeksi peritonitis terbagi atas penyebab perimer (peritonitis
spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ visceral),
atau penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang
adekuat). Infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi pertitonitis infeksi
(umum) dan abses abdomen (local infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan
dan sangat bergantung dari penyakit yang mendasarinya.
1.
Peritonitis primer/ spontan : spontaneous bacterial
peritonitis (SBP)
-
Biasa terjadi pada masa anak – anak dengan sindrom
nefrotik atau sirosis hati
-
Tidak ada sumber infeksi pada intra peritoneal
-
Lebih banyak diderita perempuan daripada laki – laki
-
Kuman masuk melalui aliran darah atau alat genital
-
Rasa sakit dan lemas
-
Dehidrasi dan nyeri tekan
-
Otot abdomen tegang
-
Kembung
-
Bunyi peristaltic usus sulit ditemukan
2.
Peritonitis sekunder
-
Kuman yang masuk banyak, biasa dari GIT dan imun klien
-
Kuman campuran aerob dan aerob
-
Adanya sumber infeksi intraperitoneal, apendiksitis,
salpingitis, kolesistitis, pancreatitis, perforasi apendisitis, perforasi ulkus
peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat diverdikulitis, volvulus dan
kanker, dan strangulasi kolon asendens, dsg.
-
Dapat dari trauma yang menyebabkan rupture pada GIT
atau perporasi setelah endoskopi, biopsy, atau polipektomi endoskopik
-
Dapat terjadi keganasan GIT
-
Tertelannya benda asing dan tajam
-
Sangat nyeri
-
Tidak berani bergerak saat tidur
-
Napas pendek
-
Awalnya tensi turun sedikit dan nadi lebih cepat,
kemudian masuk dalam renjatan dengan nadi kecil dan lebih cepat
-
Hivopolemia
-
Abdomen tegang
3.
Peritonitis tersier
Peritonitis yang disebabkan oleh pemasangan alat
Penyebab iatrogenic umumnya berasal dari trauma
saluran cerna bagian atas termasuk pancreas, saluran empedu dan kolon kadang
juga dapat terjadi dari trauma endoskopi. Jahitan oprasi yang bocor (dehisensi)
merupakan penyebab tersering terjadinya peritonitis. Sesudah operasi, abdomen
efektif untuk etiologi noninfeksi, insiden peritonitis sekunder (akibat
pecahnya jahitan operasi seharusnya kurang dari 2%. Operasi untuk penyakit
inflamasi (misalnya apendisitis, divetikulitis, kolesistitis) tanpa perforasi
berisiko kurang dari 10% terjadinya peritonitis sekunder dan abses peritoneal.
Risiko terjadinya peritonitis sekunder dan abses makin tinggi dengan adanya keterlibatan
duodenum, pancreas perforasi kolon, kontaminasi peritoneal, syok perioperatif,
dan transfuse yang pasif.
B. Tanda dan Gejala
Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan
adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu
jelas lokasinya (peritoneum visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya
(peritoneum parietal). Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi
berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi,
dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki
punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan
terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk
menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual
untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease.
Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam
keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid,
pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya
trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic),
penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.
C. Etiologi
Bentuk peritonitis yang paling sering ialah
Spontaneous bacterial Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder. SBP terjadi
bukan karena infeksi intraabdomen, tetapi biasanya terjadi pada pasien yang
asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehinggan menjadi
translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium,
kadang terjadi penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit
hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi
risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi
yang rendah antar molekul komponen asites pathogen. Yang paling sering
menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella
pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri
gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%,
dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi
campur bakteri.
Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi
disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam
dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama disebabkan bakteri gram
positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas.
Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal
berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat,
bukan berasal dari kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier biasanya
timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat
peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi
bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain
atau proses inflamasi transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit
Crohn).
D. Patofisiologi
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi dari organ
abdomen ke dalam rongga abdomen sebagai akibat dari inflamasi, infeksi,
iskemia, trauma atau perforasi tumor. Terjadinya proliferasi bacterial,
terjadinya edema jaringan dan dalam waktu singkat terjadi eksudasi cairan.
Cairan dalam rongga peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein,
sel darah putih, debris seluler dan darah. Respons segera dari saluran usus
adalah hipermotilitas, diikuti oleh ileus paralitik disertai akumulasi udara
dan cairan dalam usus.
Pathway

![]() |

intoleran aktivitas
E. Pemeriksaan Diagnositik
-
Drainase panduan CT-Scan
-
USG
F. Penatalaksanaan
Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah focus utama. Analegesik diberikan untuk mengatasi nyeri antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang inkubasi jalan napas dan bentuk ventilasi diperlukan. Tetapi medikamentosa nonoperatif dengan terapi antibiotic, terapi hemodinamik untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolic dan terapi modulasi respon peradangan.
Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil di dada bagian bawah atau abdomen berbeda-beda namun semua ahli bedah sepakat pasien dengan tanda peritonitis atau hipovolemia harus menjalani explorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti bagi pasien tanpa-tanda sepsis dengan hemodinamik stabil. Semua luka tusuk di dada bawah dan abdomen harus dieksplorasi terlebih dahulu. Bila luka menembus peritoniummaka tindakan laparotomi diperlukan. Prolaps visera, tanda-tanda peritonitis, syok, hilangnya bising usus, terdapat darah dalam lambung, buli-buli dan rectum, adanya udara bebas intraperitoneal dan lavase peritoneal yang positif juga merupakan indikasi melakukan laparotomi. Bila tidak ada, pasien harus diobservasi selama 24-48 jam. Sedangkan pada pasien luka tembak dianjurkan agar dilakukan laparotomi.
Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah focus utama. Analegesik diberikan untuk mengatasi nyeri antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang inkubasi jalan napas dan bentuk ventilasi diperlukan. Tetapi medikamentosa nonoperatif dengan terapi antibiotic, terapi hemodinamik untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolic dan terapi modulasi respon peradangan.
Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil di dada bagian bawah atau abdomen berbeda-beda namun semua ahli bedah sepakat pasien dengan tanda peritonitis atau hipovolemia harus menjalani explorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti bagi pasien tanpa-tanda sepsis dengan hemodinamik stabil. Semua luka tusuk di dada bawah dan abdomen harus dieksplorasi terlebih dahulu. Bila luka menembus peritoniummaka tindakan laparotomi diperlukan. Prolaps visera, tanda-tanda peritonitis, syok, hilangnya bising usus, terdapat darah dalam lambung, buli-buli dan rectum, adanya udara bebas intraperitoneal dan lavase peritoneal yang positif juga merupakan indikasi melakukan laparotomi. Bila tidak ada, pasien harus diobservasi selama 24-48 jam. Sedangkan pada pasien luka tembak dianjurkan agar dilakukan laparotomi.
G. Komplikasi
-
Eviserasi Luka
-
Pembentukan abses
H. Askep Teoritis
- Pengkajian
-
Identitas Pasien : nama, umur, agama, pekerjaan, suku/bangsa,
jenis kelamin, alamat
-
Identitas Penanggung Jawab: nama, umur, pekerjaan,
alamat, hub. dengan pasien,
-
No registrasi, tgl. masuk RS, tanggal pengkajian, jam
dilakukan pengkajian, metode pengkajian
-
Data Umum
·
keluhan utama : keluhan yang sangat mengganggu
aktivitas klien, pasien peritonitis biasanya mengalami nyeri di bagian abdomen
·
riwayat penyakit sekarang: dikaji perjalanan
penyakit klien
·
riwayat kesehatan dahulu: yang diakaji penyakit
yang pernah diderita klien sebelum penyakit yang diderita saai ini.
·
riwayat kesehatan keluarga: apakah ada anggota
keluarga yang pernah mengalami penyakit atau keluhan seperti yang dialami klien
·
kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
-
Pemeriksaan Fisik
·
Keadaan umum : kebersihan anak, keadaan kulit,
kesadaran
·
Pengukuran lain: BB sebelum dan saat pengkajian,
tinggi badan
·
Vital Sign: suhu, nadi, respirasi, tekanan darah
·
Keadaan Fisik:
ü Kepala : bentuk, warna rambut, ada tidaknya lesi
ü Mata : warna, penglihatan
ü Mulut : perhatikan mukosa bibir, kelembaban,
perdarahan, kebersihan, jumlah gigi
ü Hidung : perhatikan ada tidaknya epistaksis, nyeri tekan, pernafasan
cuping hidung, kebersihan
ü Telinga : perhatikan ada tidaknya nyeri tekan,
kebersihan
ü Thorax : perhatikan bentuk dada, kesimetrisan,
suara paru dan jantung
ü Abdomen : perhatiakan apakah ada nyeri tekan, asites,
peristaltic
ü Ekstremitas:
perhatikan apakah ada edema, cianosis, pergerakan sendi
ü Genetalia : perhatikan kebersihan, ada tidaknya
kelainan
ü Anus : perhatikan kebersihan, dan ada
tidaknya perdarahan
- Diagnose keperawatan yang mungkin muncul
1. Hipertermi
berhubungan dengan proses inflamasi
2. Nyeri
akut berhubungan dengan inflamsi peritonium
3. Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,
anoreksia, penurunan penyerapan nutrient sekunder
4. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat mual, muntah
5. Ansietas
berhubungan dengan perubahan status kesehatan yang memburuk
6. Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan yang didapat
7. Resiko
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi
- Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan bertujuan setelah dilakukan asuhan keperawatan:
1.
Hipertherni teratasi dengan criteria hasil klien tidak
melapor panas, badan klien tidak panas
2.
Nyeri berkurang atau hilang dengan kriteria hasil tidak
adanya nyeri tekan, klien tidak melaporkan adanya nyeri
3.
Nutrisi terpenuhi dengan criteria hasil klien
menunjukkan peningkatan nafsu makan, BB normal
4.
Kebutuhan cairan terpenuhi
5.
Ansietas teratasi dengan criteria hasil klien tidak
tampak gelisah
6.
Pengetahuan klien meningkat dengan criteria hasil klien
dapat menjelaskan tentang penyakitnya
7.
Integritas kulit baik
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Ny.M
DENGAN PERITONITIS
DI RUANG SERUNI DI RUMAH SAKIT SEJAHTERA
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada hari Rabu, tanggal 10
November 2010 pada pukul 07. 30 WIB di ruang seruni Rumah Sakit Sejahtera
dengan teknik wawancara, obervasi, pemeriksaan fisik, dan dokumentasi.
I.
Identitas Pasien
a.
Identitas Pasien
Nama : Ny. "M"
Umur : 17 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Pramuka, Bantul, Yogyakarta
Nama : Ny. "M"
Umur : 17 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Pramuka, Bantul, Yogyakarta
b.
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. “Z”
Umur : 49 tahun
Pekerjaan : PNS
Alamat : Jalan Pramuka, Bantul, Yogyakarta
Hub. dengan pasien : orang tua klien
No Registrasi : 23.09.1234
Tgl. Masuk RS : tanggal 10 November 2010 pukul 07. 30 WIB melalui poli penyakit dalam
Nama : Tn. “Z”
Umur : 49 tahun
Pekerjaan : PNS
Alamat : Jalan Pramuka, Bantul, Yogyakarta
Hub. dengan pasien : orang tua klien
No Registrasi : 23.09.1234
Tgl. Masuk RS : tanggal 10 November 2010 pukul 07. 30 WIB melalui poli penyakit dalam
II.
Data Umum
·
Keluhan Utama
Nyeri
Nyeri
·
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluarga klien mengatakan klien sering mengeluh nyeri di seluruh
perutnya. Nyeri dirasakan semakin lama semakin berat. Keluarga klien juga
mengatakan klien sering mengeluh mual, muntah , dan nafsu makan menurun. Karena
klien pingsan, keluarga klien membawanya ke rumah sakit.
·
Riwayat Kesehatan Dahulu
Sebelumnya klien
mengalami ependiksitis yang diobati
sendiri dengan antibiotic dari salinan resep dokter 3 bulan terakhir.
·
Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga klien
belum pernah ada menderita peritonitis.
III.
Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
a.
Biologis
1. Bernafas
-
Sebelum sakit :
klien tidak pernah mengalami gangguan pernafasan
-
Saat pengkajian :
klien dapat bernafas dengan baik dengan frekuensi
16 x / menit
2. Pola
nutrisi
-
Sebelum sakit :
pasien biasanya makan 3 kali sehari dengan menu nasi, lauk, sayuran. Klien
biasanya minum air putih.
-
Saat pengkajian :
keluarga klien mengatakan nafsu makan klien menurun, disertai mual dan muntah.
3. Pola
eliminasi
-
Sebelum sakit :
Klien biasanya BAB 1 kali sehari dengan konsistensi lembek, warna kuning, bau
feses normal. Pasien BAK 3- 5 kali sehari dengan warna jernih
-
Saat pengkajian :
keluarga klien mengatakan klien sulit buang air besar. Pasien BAK sama dengan
sebelum sakit, tidak ada keluhan
4. Pola
istirahat dan tidur
-
Sebelum sakit :
Klien biasanya tidur pukul 22.00 wib dan bangun pukul 05.00 wib
-
Saat pengkajian :
klien durasi tidur lebih lama 11 – 15 jam karena kondisi yang lemah
5. Pola
aktivitas dan latihan
-
Sebelum sakit :
keluarga klien mengatakan klien selain rajin sekolah juga rajian dalam
mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, dan sering bepergian bersama teman –
temannya.
-
Saat pengkajian :
klien lebih banyak menghabiskan waktu untuk tidur karena merasa lemas
6. Pengaturan
suhu tubuh
-
Sebelum sakit :
klien tidak mengalami gangguan suhu tubuh
-
Saat pengkajian :
klien tidak mengalami gangguan suhu, dengan suhu tubuh 36, 70C.
7. Kebersihan
diri
-
Sebelum sakit :
perawatan / kebersihan diri dilakukan sendiri
-
Saat pengkajian :
klien hanya dilap di tempat tidur, perawatan diri dibantu oleh keluarga
b.
Psikologis
1.
Rasa aman
-
Sebelum sakit :
klien tidak merasa takut
-
Saat pengkajian :
klien merasa khawatir dengan keadaanya
2.
Rasa nyaman
-
Sebelum sakit :
klien mengatakan pernah mengalami nyeri karena menderita apendiksitis
-
Saat pengkajian :
klien merasa nyeri diseluruh perutnya
c.
Social
Penurunan
keikutsertaan dalam aktivitas social yang biasa dilakukan.
d.
Spiritual
-
Sebelum sakit :
klien beragama Islam, klien sholat 5 waktu sehari
-
Saat pengkajian :
klien sembahyang di tempat tidur
IV.
Pemeriksaan Fisik
1.
Keadaan umum :
lemah
-
Kebersihan klien :
cukup
-
Keadaan kulit :
turgor elastic, cyanosis tidak ada, lesi tidak ada
-
Kesadaran :
somnolen
2.
Vital Sign
-
Suhu :
36,70C
-
Nadi :16
x / menit
-
Respirasi :96
x/ menit
-
Tekanan Darah :90/
60 mmHg
3.
Keadaan fisik
-
Kepala :
bentuk bulat, warna rambut hitam, lesi tidak ada
-
Mata :
sclera putih, konjungtiva anemis, pupil isokor
-
Mulut :
mukosa bibir kering, pecah – pecah, perdarahan gusi tidak ada, caries ada 2
pada graham, kebersihan cukup, lidah anemis di pinggir dan di tengah putih
(kotor)
-
Hidung :
epistaksis tidak ada, nyeri tekan tidak ada, kebersihan cukup, nafas cuping
hidung tidak ada
-
Telinga :
kebersihan cukup
-
Leher :
pembesaran atau bendungan vena jugularis dan parotis tidak ada. Tidak ada nyeri
saat menean
-
Thorax
§ Paru : tidak ada retraksi otot dada,
whezzing, ronchi
§ Jantung : suara S1 S2 reguler, murmur dan gallop
tidak ada
-
Abdomen :
terdapat nyeri tekan saat dipalpasi, distensi ada, lesi tidak ada, acites tidak
ada, turgor kulit elastic, benjolan tiak ada
-
Ekstremitas
§ Atas : terpasang infuse di tangan kanan,
edema dan cyanosis tidak
Ada
§ Bawah : edema dan cyanosis tidak ada
-
Genetalia :
kelainan tidak ada, kebersihan cukup
-
Anus :
haemoroid tidak ada, kebersihan cukup
V.
Analisis
Data
|
No
|
Symptom
|
Etiologi
|
Problem
|
|||
|
1
|
Ds:
-
Keluarga klien mengatakan klien nyeri di seluruh
perutnya
Do:
-
Terdapat nyeri tekan pada abdomen
|
Peradangan peritoneum
inflamasi
|
Nyeri
|
|||
|
2
|
Ds:
-
Keluarga klien mengatakan klien mengeluh mual, sering
muntah dan nafsu makan menurun
Do:
-
Klien tampak lemah
|
anoreksia
|
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
|
|||
|
3
|
Ds:
-
Keluarga klien mengatakan klien mual dan sering
muntah
Do:
-
Klien pingsan
-
Mukosa bibir kering, pecah – pecah
-
TD : 90/60 mmHg
-
N : 96 x / menit
|
Kehilangan
cairan
|
Kekurangan volume cairan
|
|||
|
4
|
Ds
-
Keluarga klien mengatakan klien sulit buang air besar
Do
-
Feses keras dan berbentuk
|
Feses
keras
|
konstipasi
|
|||
|
5
|
Ds:
-
Klien mengeluh lemas
Do:
-
Klien tidak banyak bergerak
|
Kelemahan
|
intoleran aktivitas
|
Diagnose Keperawatan
- Perubahan kenyamanan: nyeri berhubungan dengan inflamasi
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
- Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder, mual, muntah akibat peritonitis
- Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
- Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic sekunder
B. Intervensi
|
No. dx
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
1
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam nyeri berkurang sampai hilang
dengan criteria hasil:
-
Klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang
-
Tidak ada nyeri tekan
|
-
Kaji tingkat, lokasi, frekuensi nyeri
-
Bantu klien mengatur posisi senyaman mungkin
-
Ajarkan teknik distrakasi
-
Ajarkan teknik nafas dalam
-
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesic
-
Kolaborasi dengan dokter untuk tindakan pembedahan
|
-
Untuk memperoleh data yang akurat sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan yang tepat
-
Posisi yang tepat dan nyaman dapat menurunkan nyeri
-
Pengalihan perhatian dapt amenurunkan nyeri karena
klien terfokus pada hal lain
-
Nafas dalam dapat meningkatkan input oksigen sehingga
otot – otot tidak tegang sehingga nyeri berkurang
-
Analgesic dapat menurunkan nyeri
-
Mencegah peradangan yang lebih luas
|
|
2
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam nutrisi terpenuhi dengan criteria hasil:
-
Klien menunjukan peningkatan nafsu makan
-
Berat badan klien normal
|
-
Berikan makan dalam keadaan hangat
-
Berikan klien makan dalam porsi kecil tapi sering
-
Berikan informasi yang akurat tentang pentingnya
nutrisi
-
Motivasi klien untuk menghabiskan makanannya
-
Timbang berat badan setiap hari
-
Pertahankan kebersihan mulut yang baik sebelum dan
sesudah makan
-
Hindarkan klien dari rangsangan yang membuat klien
mual dan muntah
-
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian multivitamin
penambah nafsu makan
|
-
Makanan hangat dapat meningkatkan nafsu makan
-
Meningkatkan intake makanan
-
Pengetahuan yang adekuat dapat meningkatkan kepatuhan
klien terhadap intervensi
-
Dukungan dari orang lain akan membuat klien merasa
dihargai
-
Untuk mengetahui perkembangan klien
-
Meningkatkan kesejahteraan klien sehingga nafsu makan
meningkat
-
Mencegah kekurangan nutrisi lebih parah
-
Meningkatkan nafsu makan
|
|
3
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan 2 x 24 jam cairan terpenuhi dengan criteria
hasil:
-
Mukosa bibir lembab
-
Memperlihatkan tidak adanya tanda dan gejala dehidrasi
|
-
Pantau berat badan, suhu tubuh, kelembaban pada
rongga oral, volume dan konsentrasi urine
-
Kaji yang disukai dan yang tidak disukai, berikan
cairan yang disukai dalam batasan diet
-
Pantau masukan, pastikan sedikitnya 1500 mL cairan per oral setiap 24 jam
-
Kaji pengertian individu tentang alasan
mempertahankan hidrasi yang adekuat dan metode – metode untuk mencapai tujuan
masukan cairan
|
-
Mengetahui perkembangan kondisi klien
-
Meningkatkan intake cairan
-
Mencegah dehidrasi
-
Untuk menentukan metode pemenuhan cairan
|
|
4
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan 2 x 2 jam pasien dapat mentoleransi aktivitas
dengan criteria hasil:
-
Pasien melaporkan
badannya tidak lemah lagi
-
Makan, minum, ganti baju pasien terpenuhi
|
-
Periksa TTV
-
Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai
indikasi
-
Tingkatkan tirah baring dan beri lingkungan yang
nyaman
-
Evaluasi peningkatan toleran aktifitas
|
-
Untuk memantau kondisi klien
-
Untuk meningkatkan aktivitas klien secara bertahap
-
Menyediakan ketenangan dan energy untuk aktivitas dan
penyembuhan
-
Untuk menentukan intervensi selanjutnya
|
|
5
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam konstipasi teratasi dengan
criteria hasil:
-
Klien BAB 1 x sehari
Konsistensi
lembek, warna kuning, bau normal
|
-
Anjurkan klien untuk diet makanan yang lembek dan
berserat
-
Monitor perkembangan frekuensi, jumlah dan warna
feses
-
Tekankan kebutuhan terhadap latihan regular
|
-
Dapat meningkatkan produksi feses
-
Data yang akurat dapat menentukan intervensi yang
tepat dan benar
-
Latihan regular dapat meningkatkan peristaltic usus
sehingga feses yang terbentuk tiak keras
|
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peritonitis adalah peradangan pada lapisan dinding
perut atau peritoneum. Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan
membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis/kumpulan tanda dan gejala,
diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan
tanda-tanda umum inflamasi. Setelah diberikan asuhan keperawatan kepada klien
diharapkan kondisi klien menjadi lebih baik dari sebelumnya sehingga klien dapt
menjalankan aktivitasnya seperti biasa, tanpa adanya gangguan.
B. Saran
Diharapkan sebagai calon perawat agar lebih mengetahui
dan memahami tentang penyusunan asuhan keperawatan sehingga nantinya dapat
menerapkan dan mengembangkannya dalam paktik keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Inayah, Iin.
2004. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Pencernaan.
Salemba Medika. Jakarta.
Carpenito, Lynda
Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta.
Santosa,
Budi.2005-2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Prima Medika. Jakarta
Sumber lain:






0 comments:
Post a Comment