PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI
Oksigen merupakan kebutuhan
fisiologis yang paling penting. Tubuh bergantung pada oksigen dari waktu ke
waktu untuk bertahan hidup. Beberapa jaringan, seperti otot skelet, dapat
bertahan beberapa waktu tanpa oksigen melalui metabolisme anaerob, sebuah
proses di mana jaringan ini menyediakan energy mereka sendiri tanpa adanya
oksigen. Jaringan yang melakukan hanya metabolisme aerob, prosesnya memebentuk
energi dengan adanya oksigen, bergantung secara total pada oksigen untuk
bertahan hidup.
Oksigen harus secara
adekuat diterima dari lingkungan ke dalam paru-paru, pembuluh darah, dan
jaringan. Pada beberapa titik dalam kehidupannya, pasien berisiko untuk tidak
dapat memenuhi kebutuhan oksigen mereka. Kebutuhan tersebut mungkin akut,
seperti pada henti jantung, atau kronik, seperti pada penyakit emfisema.
Tindakan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan oksigen mempunyai rentang dari
kondisi darurat dengan resusitasi jantung-paru untuk henti jantung sampai
tindakan pendukung seperti pemberian oksigen pada pasien dengan penyakit paru
selama berolahraga.
Pemenuhan kebutuhan oksigen adalah bagian dari kebutuhan fisiologis menurut hierarki
Maslow. Kebutuhan oksigen diperlukan untuk proses kehidupan. Oksigen (O2)
sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh. Kebutuhan oksigen dalam tubuh
harus terpebuhi karena apabila kebutuhan oksigen dalam tubuh berkurang maka
akan terjadi kerusakan pada jaringan otak dan apabila hal tersebut berlangsung
lama akan terjadi kematian. System yang berperan dalam proses pemenuhan
kebutuhan oksigen adalah system pernapasan, persarafan, dan kardiovaskular.
Masalah kebutuhan oksigen
merupakan masalah utama dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Hal ini telah
terbukti pada seseorang yang kekuranagn oksigen akan mengalami hipoksia dan
akan mengalami kematian. Proses pemenuhan kebutuhan oksigen pada manusia dapat
dilakukan dengan cara pemberian oksigen melalui saluran pernapasan, membebaskan
saluran pernapasan dari sumbatan yang menghalangi masuknya oksigen, memulihkan
dan memperbaiki organ pernapasan agar berfungsi secara normal. Prosedur
pemenuhan kebutuhan oksigen (o2) dalam pelayanan keperawatan dapat
dilakukan dengan pemberian oksigen dengan menggunakan kanula dan masker,
fisiotrapi dada, dan cara pengisapan lender.
A.
OKSIGENASI
1.
Inhalasi Oksigen
Memberi tambahan oksigen (O2)
kepada pasien yang membutuhkan. Focus pengkajian tindakan ini adalah
tanda-tanda vital (TTV); hasil analisa gas darag (AGD); tanda hipoksia,
misalnya takikardi, takipnea, dan dispnea; tanda hiperkarbia, misalnya
hipertensi dan sakit kepala; bunyi napas; kepatenan nares jika akan menggunakan
kanula nasal; status mental; tanda-tanda keracunan oksigen, misalnya iritasi
trakea, batuk, dan penurunan ventilasi paru.
Hal yang diperiksa sebelum
memberikan oksigen (O2) di antaranya instruksi pemberian oksigen,
meliputi alat pemberian dan kecepatan aliran oksigen yang diberikan (1/menit);
kadar oksigen (PO2) dan karbon dioksida (PCO2) (normal
antara 35 – 45 mmHg) dan kadar oksigen dalam darah arteri (PaO2)
(normalnya 80 – 100 mmHg) pasien; dan tentukan apakah pasien menderita penyakit
paru obstruktif menahun (PPOM).
Osigen dibutuhkan untuk
mempertahankan kehidupan. Perawat seringkali menemukan pasien yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan oksigenasinya. Fungsi system pernapasan dan jantung adalah
menyuplai kebutuhan oksigen tubuh.
Fisiologi jantung mencakup pengaliran darah yang membawa
oksigen dari sirkulasi paru ke sisi kiri jantung dan jaringan serta mengalirkan
darah yang tidak mengandung oksigen ke system pulmonary, fisiologi pernapasan
meliputi oksigenasi tubuh melalui mekanisme ventilasi, perfusi, dan transport
gas pernapasan, pengaturan saraf dan kimiawi mengontrol fluktuasi dalam
frekuensi dan kedalaman pernapasan untuk memenuhi perubahan kebutuhan jaringan.
2.
ORGAN PERNAPASAN
1.
Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang
pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung
(septum nasi). Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring
udara, debu dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
2.
Faring
Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang
rongga hidung dan mulut sebelah depan ruang tulang leher. Hubungan faring dengan
organ-organ lain: ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan
lubang yang bernama koana; ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat
hubungan ini bernama istmus fausium; ke bawah terdapat 2 lubang; ke depan
lubang laring; ke belakang lubang esophagus.
3.
Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai
ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Pangkal
tenggorok itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang epiglottis, yang
terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan
menutupi laring.
4.
Trakea
Trakea atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari laring
yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan
yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C). sebelah dalam diliputi oleh selaput
lender yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak kea rah
luar. Panjang trakea 9-11 cm dan di belakang terdiri dari jaringan ikat yang
dilapisi otot polos. Sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda
asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan. Yang memisahkan trakea
menajdi bronkus kiri dan kanan disebut karina.
5.
Bronkus
Bronkus atau
cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat
pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai stuktur serupa dengan
trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan
ke samping ke arah tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar
daripada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus
kiri lebih panjang dan lenih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin
mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut
bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tak terdapat cincin lagi, dan pada ujung
bronkioli terdapat gelembung paru/gelembung hawa atau alveoli.
6.
Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar
terdiri dari gelembung (gelembung hawa, alveoli). Gelembung alveoli ini terdiri
dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih
kurang 90 m2. Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2
masuk kedalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya
gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan
kanan). Paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus (belah paru), lobus puimo dekstra
superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobules.
Paru-paru kiri, terdiri dari 2 lobus (belah paru), terdiri dari puimo sinistra
lobus superior dan lobus inferior.
3.
Fisiologi Pernapasan
Sebagian besar sel dalam tubuh memperoleh energi dari reaksi
kimia yang melibatkan oksigen dan pembuangan koarbondioksida. Pertukaran gas
pernapasan terjadi antara udara di lingkungan dan darah. Terdapat tiga langkah
dalam proses oksigenasi, yakni: ventilasi, perfusi, dan difusi. (McCance dan
Huether, 1994). Supaya pertukaran gas dapat terjadi, organ, saraf, dan otot
pernapasan harus utuh dan sistem saraf pusat mampu mengatur siklus pernapasan.
Gambar struktur sistem pulmunal
4.
Struktur dan fungsi
Pernapasan dapat berubah karena kondisi atau penyakit yang
mengubah struktur dan fungsi paru. Otot-otot pernapasan, ruang pleura, dan
alveoli sangat penting untuk ventilasi, perfusi, dan pertukaran gas pernapasan
(lihat table 4.1 di bawah)
GAMAR ALVEOLI DI UJUNG AKHIR JALAN NAPAS BAGIAN BAWAH
Tabel
(4.1)
|
Struktur
Anatomis Utama dan Fungsi Toraks
|
|
|
Otot-otot
inspirasi
Diafragma
§ Kontraksi
menyebabkan diafragma menjadi desenden, menyebabkan tekanan pleura yang
negative dan peningkatan dimensi ventilasi paru, yang member kontribusi pada
inflasi paru-paru. Peningkatan dimensi ventrikel dan penurunan tekanan
intrapulmonal (negatif dengan pada tekanan atsmosfer) menyebabkan udara masuk
ke dalam paru-paru.
Interkosta Eksternal
§ Kontraksi
meningkatkan ujung arterior rangka, menyebabkan pergerakan ke arah dalam dank
e arah luar. Hal ini meningkatkan dimensi anterior posterior pada toraks.
Otot-otot bantu
§ Otot
bantu termasuk otot skalenus, strenokleidomastoid dan trapezius. Kontraksi
meningkat pada pertama dua iga dan sternum.
Otot-otot Ekspirasi
§ Kontraksi
mendorong rangka ke bawah dan ke dalam, sehingga menurunkan diameter anterior
posterior thoraks.
Respirator Abdomen
§ Otot
respirator abdomen termasuk otot rektus, abdomen transverses, oblique
internal, dan oblique eksternal.
|
Kontraksi menekan rangka bawah, memaksa diafragma naik ke
atas, dan menurunkan dimensi vertikel pada kapasitas toraks.
Ruang
Fleura
§ Ruang
Fleura adalah ruang berpotensial yang hanya selaput cairan yan tipis terletak
di antara lapisan luar paru (pleura viseral) dan lapisan dalam pada kapasitas
dada (pleura parietal). Ruang pleural memungkinkan gerakan paru-paru yang
meluncur dan halus sepanjang dinding dada. Secara normal, udara tidak
terlihat dalam ruang pleural.
Paru-Paru
Kiri (dua lobus) dan kanan (tiga lobus)
§ Paru-paru
mentransfer oskigen dan atmosfer ke dalam alveoli dan karbondioksida (CO2)
dari alveoli pada paru-paru untuk dikeluarkan sebagai limbah sampah.
Paru-paru juga menyaring materi racun dari sirkulasi dan metabolisme senyawa
seperti angiotensin I, bradikin, dan prostaglandin.
Laveoli
§ Alveoli
mentransfer oksigen dan karbon dioksida ke dan dari darah melalui membran
alveolar. Kantung udara yang kecil ini mengembang selama inspirasi, secara
besar meningkatkan area permukaan di atas sehingga terjadi pertukaran gas.
|
5.
Ventilasi
Ventilasi
merupakan proses untuk menggerakkan gas ke dalam dan keluar paru-paru.
Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan thoraks yang elastis dan
persarafan yang utuh. Otot pernapasan inspirasi utama adalah diafragma.
Diafragma dipersarafi oleh saraf frenik, yang keluar dari medulla spinalis pada
vertebra servikal keempat.
6.
KERJA PERNAPASAN
Pernapasan
adalah upaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan membuat paru berkontraksi.
Kerja pernapasan ditentukan oleh tingkat kompliansi paru, tahanan jalan napas,
keberadaan ekspirasi yang aktif, dan penggunaan otot-otot bantu pernapasan. Kompliansi adalah kemampuan paru
distensi (Dettenmeier, 1992) atau mengembang sebagai respon terhadap
peningkatan tekanan intraalveolar.
7.
PROSEDUR
PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGEN
Prosedur
pemenuhan kebutuhan oksigen dalam pelayanan keperawatan dapat dilakukan dengan
pemberian oksigen dengan menggunakan kanula dan masker, fisiotrapi dada, dan
cara pengisapan lender (suction).
a.
Kanula Nasal
Memberi tambahanOpksigen kepada pasien melalui kanula
nasal.
Tujuan
1. Memberi
oksigen dengan konsentrasi relative rendah jika hanya membutuhkan oksigen
minimal.
2. Member
oksigen yang tidak terputus saat pasien makan atau pasien minum.
Perispan alat
1. Tabung
oksigen dan Flowmeter.
2. Humidifier
menggunakan cairan steril, air distilasi, atau air keran yang dimasak sesuai
dengan kebijakan rumah sakit.
3. Kanula nasal
dan slang.
4. Plester.
5. Kasa jika
perlu.
Prosedur Pelaksanaan
1. Kaji
kebutuhan terapi oksigen dan klarifikasi instruksi terapi.
2. Jelaskan
prosedur yang akan dilakukan.
3. Cuci tangan.
4. Siapkan
klien dan keluarga
a.
Bantu klien memperoleh posisi semi-Fowler jika memungkinkan.
Posisi ini
memudahkan ekspensi dada sehingga klien lebih mudah bernapas.
b.
Jelaskan bahwa oksigen akan mengurangi ketidaknyamanan akibat
dispnea dan tidak menimbulkan bahaya jika petunjuk keamanan diperhatikan.
Informasi kepada pasien dan keluarga tentang petunjuk keamanan yang berhubungan
dengan pengunaan oksigen.
3. Siapkan
peralatan oksigen dan humidifier.
Gambar
manometer dan humidifier
4. Putar kenop
oksigen hingga diperoleh kecepatan aliran yang sesuai dengan instruksi dan
pastikan peralatan berfungsi dengan baik.
a.
Pastikan oksigen mengalir dengan bebas melalui slang dan Anda dapat
merasakan oksigen keluar dari kanula nasal. Tidka terdengar bunyi slang,
sambungan tidak bocor, dan terdapat gelembung udara pada humidifier saat
oksigen mengalir melewati air.\
b.
Atur kecepatan aliran oksigen sesuai dengan terapi yang di
rekomendasikan.
5. Pasang
kanula nasal pada wajah pasien dengan lubang kanula masuk ke dalam hidung dan
karet pengikat melingkari kepala pasien. Beberapa model memiliki karet pengikat
yang ditarik ke bawah dagu.
6. Fiksasi
kanula nasal dengan plaster.
7. Gunakan kasa
sebagai alas karet pengikat pada area telingan dan pipi jika perlu.
8. Lakukan
evaluasi umum pada pasien dalam 15 – 30 menit pertama, bergantung pada kondisi
pasien. Selanjutnya, lakukan evaluasi umum secara teratur yang meliputi
pengkajian tingkat kecemasan; kemudahan bernapas ketika alat dipasang; TTV;
pola napas; pergerakan dada; warna kulit; kuku; bibir; telinga; membrane mukosa
hidung; mulut dan faring; tnda hipoksia; tanda hiperkarbia; bunyi napas
bilateral; AGD; toleransi aktivitas; adanya takikardi; dispnea; konfusi;
kelelahan; dan sianosis.
9. Kaji adanya
iritasi pada lubang hidung pasien dan berikan pelumas pada membrane mukosa jika
perlu.
10. Inspeksi
peralatan secara teratur. Periksa volume kecepatan aliran oksigen dan
ketinggian cairan steril pada humidifier dalam 30 menit dan ketika memberi
perawatan pada pasien. Pertahankan ketinggian air di dalam humidifier dan
pastikan petunjuk keamanan dipatuhi.
11. Dokumentasikan
hasil pengkajian, terapi yang diberikan, dan data yang relevan dalam
dokumentasi keperawatan.
b.
Kateter
Nasal
1. Jelaskan
prosedur yang akan dilakukan
2. Cuci tangan.
3. Atur aliran
oskigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, biasanya 1 – 6 liter/menit.
Kemudian, observasi humidifier dengan
melihat air bergelembung.
4. Atru dengan
semi-Fowler.
5. Ukur kateter
nasal dimulai dari lubang telinga sampai ke hidung dan berikan tanda.
6. Buka saluran
udara dari tabung oksigen.
7. Berikan
minyak pelumas (vaselin/jeli).
8. Masukkan ke
dalam hidung sampai batas yang ditentukan.
9. Lakukan
pengecekan kateter apakah sudah masuk atau belum dengan menekan lidah pasien
menggunakan spatel (akan terlihat posisinya di belakang uvula).
10. Fiksasi pada
daerah hidung.
11. Periksa
kateter nasal setiap 6 – 8 jam.
12. Kaji cuping,
septum, dan mukosa hidung serta periksa kecepatan aliran oksigen setiap 6 – 8
jam.
13. Catat
kecepatan aliran oksigen, rute pemberian dan respon pasien.
14. Cuci tangan
setelah prosedur dilakukan.
c.
Masker
oksigen
1. Jelaskan
prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan.
3. Atur posisi
dengan semi-Fowler.
4. Atur aliran
oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan (umumnya 6 -10 L/menit).
Kemudian observasi humidifier pada tabung air yang menunjukkan adanya
gelembung.
5. Tempatkan
masker oksigen di atas mulut dan hidung pasien dan atur pengikat untuk
kenyamanan pasien.
6. Periksa
kecepatan aliran tiap 6 – 8 jam, catat kecepatan aliran oksigen, rute
pemberian, dan respon pasien.
7. Cuci tangan
setelah prosedur dilakukan.
d.
Fisiotrapi
Dada
Fisiotrapi dada merupakan tindakan keperawatan dengan
melakukan drainase postural, clapping dan
vibrating pada pasien dengan gangguan
sistem pernapasan, misalnya penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) (brobkitis
kronis, asma, dan emfisema). Tindakan drainase postural merupakan tindakan
dengan menempatkan psien dalam berbagai posisi untuk mengalirkan secret di
saluran pernapasan. Tindakan drainase postural diikuti dengan tindakan clapping (penepukan) dan vibrasi. Calpping dilakukan dengan menepuk dada
posterior dan memberikan getaran (vibrasi) tangan pada daerah tersebut yang
dilakukan pada saat pasien ekspirasi. Tindakan drainase postural tidak dapat
dilakukan pada pasien dengan penyakit jantung, hipertensi, peningkatan
intracranial, dispnea berat, dan lansia. Clapping
tidak dapat dilakukan pada pasien emboli paru, hemoragi, eksaserbasi, dan nyeri
hebat (pasien kanker).
Tujuan
1. Meningkatkan
efisiensi pola pernapasan.
2. Membersihkan
jalan napas.
Alat dan bahan
1. Pot sputum
berisi desinfektan
2. Kertas tisu
3. Dua balok tempat tidur (untuk drainase postural)
4. Satu bantal
(untuk drainase postural)
5. Stetoskop
Prosedur
kerja
Drainase postural
1. Jelaskan
prosedur yang akan dilaksanakan.
2. Cuci tangan.
3. Atur posisi:
a.
Semi-Fowler bersandar ke kanan, ke kiri lalu ke depan apabila
daerah yang akan didrainase pada lobus atas bronkus apical.
b.
Tegak dengan sudut 450 membungkuk ke depan pada bantal
dengan 450 ke kiri dan kanan apabila daerah yang akan didrainase
bronkus posterior.
c.
Berbaring dengan bantal di bawah lutut apabila yang akan
didrainase bronkus posterior.
d.
Posisi trendelenburg dengan sudut 300 atau dengan
menaikkan kaki tempat tidur 35 – 40 cm, sedikit miring ke kiri apabila yang
akan didrainase pada lobus tengah (bronkus lateral dan medial).
e.
Posisi trendelenburg dengan sudut 300 atas dengan
menaikkan kaki tempat tidur 35 – 40 cm,
sedikit miring ke kanan apabila daerah yang didrainase bronkus superior dan
inferior.
f.
Condong dengan bantal di bawah panggul apabila yang didrainase
bronkus apical.
g.
Posisi trendelenburg dengan sudut 450 atau dengan
menaikkan kaki tempat tidur 45 – 50 cm ke samping kanan, apabila yang akan
didrainase bronkus medial.
h. Posisi
trendelenburg dengan sudut 450 atau dengan menaikkan kaki tempat
tidur 45 – 50 cm ke samping kiri, apabila yang didrainase bronkus lateral.
i.
Posisi trendelenburg condong dengan sudut 450 dengan
bantal di bawah panggul, apabila yang akan didrainase bronkus posterior.
4. Lama
pengaturan posisi pertama kali adalah 10 menit, kemudian periode selanjutnya
kurang lebih 15 – 30 menit.
5. Lakukan
observasi tanda vital selama prosedur.
6. Setelah
pelaksanaan drainase postural lakukan clapping,
vibrasi dan pengisapan (suction).
7. Cuci tangan
setelah prosedur dilakukan.
Clapping dan Vibrasi
1. Jelaskan
prosedur yang akan dilaksanakan.
2. Cuci tangan.
3. Atur posisi
sesuai dengan drainase postural dan lokasi paru.
4. Lakukan clapping atau vibrasi pada:
a.
Seluruh lebar bahu atau meluas beberapa jari ke klavikula apabila
daerah paru yang perlu di-clapping/vibrasi
adalah daerah bronkus apical.
b. Lebar bahu
masing-masing sisi apabila yang akan di-clapping
dan vibrasi adalah daerah bronkus anterior.
c.
Dada depan di bawah klavikula, apabila yang akan di-clapping dan vibrasi adalah daerah
bronkus anterior.
d. Anterior dan
lateral dada kanan dan lipat ketiak sampai midanterior dada apabila yang di-clapping dan vibrasi adalah daerah lobus
tengah (bronkus lateral dan medial).
e.
Lipat ketiak kiri sampai midanterior dada apabila yang di-clapping dan vibrasi adalah daerah
bronkus superior dan inferior.
f.
Sepertiga bawah kosta posterior kedua sisi, apabila yang di-clapping dan vibrasi adalah daerah
bronkus apical.
g.
Sepertiga bawah kosta posterior kedua sisi, apabila yang di-clapping dan vibrasi adalah daerah
bronkus medial.
h. Sepertiga
bawah kosta posterior kanan apabila yang di-clapping
dan vibrasi daerah bronkus lateral.
i.
Sepertiga bawah kosta posterior kedua sisi, apabila yang di-clapping dan vibrasi adalah daerah
bronkus posterior.
5. Lakukan clapping dan vibrasi selama kurang lebih
1 menit.
6. Setelah
dilakukan tindakan drainase postural, clapping
dan vibrasi dapat dilakukan tindakan pengisapan lendir.
7. Lakukan
auskultasi pada daerah paru yang dilakukan tindakan drainase postural, clapping dan vibrasi.
8. Cuci tangan
setelah prosedur dilakukan.
Pengisapan lendir
Pengisapan
lendir (suction) merupakan tindakan
keperawatan yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu mengeluarkan secret
atau lendir secara mandiri dengan menggunakan alat pengisapan.
Tujuan
1. Membersihkan
jalan napas.
2. Memenuhi
kebutuhan oksigenasi.
Alat dan bahan
1. Alat
pengisapan lendir dengan botol berisi larutan desinfektan.
2. Kateter
pengisap lendir steril.
3. Pinset
steril.
4. Sarung
tangan steril.
5. Dua kom
berisi larutan aquades atau NaCl 0,9% dan larutan desinfektan.
6. Kasa steril.
7. Kertas tisu.
8. Stetoskop.
Prosedur kerja
1. Jelaskan
prosedur yang akan dilaksanakabn.
2. Cuci tangan.
3. Tempatkan
pasien pada posisi terlentang dengan kepala miring kea rah perawat.
4. Gunakan
sarung tangan.
5. Hubungkan
kateter pengisap dengan slang alat pengisap.
6. Mesin
pengisap dihubungkan.
7. Lakukan
pengisapan lendir dengan memasukkan kateter pengisap ke dalam kom berisi
aquades atau NaCl 0,9% untuk mempertahankan tingkat kesterilan (asepsis).
8. Masukkan
kateter pengisap dalam keadaan tidak mengisap.
9. Gunakan alat
pengisap dengan tekanan 110 – 150 mmHg untuk dewasa, 95 – 110 mmHg untuk dewasa
anak-anak, dan 50 – 95 mmHg untuk bayi (Potter & Perry, 1995).
10. Tarik dengan
memutar kateter pengisap tidak lebih dari 15 detik.
11. Bilas
kateter dengan aquades atau NaCl 0,9%.
12. Lakukan
pengisapan antara pengisapan pertama dengan berikutnya. Minta pasien untuk
bernapas dalam dan batuk. Apabila pasien mengalami distress pernapasan, biarkan
istirahat 20 – 30 detik sebelum melakukan pengisapan berikutnya.
13. Setelah
selesai, kaji jumlah, konsistensi, warna, bau secret, dan respon pasien
terhadap prosedur yang dilakukan.
14. Cuci tangan
setelah prosedur dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Tarwoto & wartonah. 2011. Kebutuhan
dasar manusia dan proses keperawatan. Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.
Tarwoto & wartonah. 2006. Kebutuhan
dasar manusia dan proses keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.
Aziz, A. Alimul Hidayat., S.Kp & Musrifatul Uliyah., S.Kp. 2004. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC.
Potter & Perry. 2005. Buku
Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep, Proses, dan Praktik. Vol. 1. Edisi-4.
Jakarta: EGC.
Potter & Perry. 2005. Buku
Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep, Proses, dan Praktik. Vol. 2. Edisi-4.
Jakarta: EGC.






0 comments:
Post a Comment