Wednesday, 29 July 2015

PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI




Oksigen merupakan kebutuhan fisiologis yang paling penting. Tubuh bergantung pada oksigen dari waktu ke waktu untuk bertahan hidup. Beberapa jaringan, seperti otot skelet, dapat bertahan beberapa waktu tanpa oksigen melalui metabolisme anaerob, sebuah proses di mana jaringan ini menyediakan energy mereka sendiri tanpa adanya oksigen. Jaringan yang melakukan hanya metabolisme aerob, prosesnya memebentuk energi dengan adanya oksigen, bergantung secara total pada oksigen untuk bertahan hidup.
Oksigen harus secara adekuat diterima dari lingkungan ke dalam paru-paru, pembuluh darah, dan jaringan. Pada beberapa titik dalam kehidupannya, pasien berisiko untuk tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen mereka. Kebutuhan tersebut mungkin akut, seperti pada henti jantung, atau kronik, seperti pada penyakit emfisema. Tindakan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan oksigen mempunyai rentang dari kondisi darurat dengan resusitasi jantung-paru untuk henti jantung sampai tindakan pendukung seperti pemberian oksigen pada pasien dengan penyakit paru selama berolahraga.
Pemenuhan kebutuhan oksigen adalah bagian dari kebutuhan fisiologis menurut hierarki Maslow. Kebutuhan oksigen diperlukan untuk proses kehidupan. Oksigen (O2) sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh. Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus terpebuhi karena apabila kebutuhan oksigen dalam tubuh berkurang maka akan terjadi kerusakan pada jaringan otak dan apabila hal tersebut berlangsung lama akan terjadi kematian. System yang berperan dalam proses pemenuhan kebutuhan oksigen adalah system pernapasan, persarafan, dan kardiovaskular.
Masalah kebutuhan oksigen merupakan masalah utama dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Hal ini telah terbukti pada seseorang yang kekuranagn oksigen akan mengalami hipoksia dan akan mengalami kematian. Proses pemenuhan kebutuhan oksigen pada manusia dapat dilakukan dengan cara pemberian oksigen melalui saluran pernapasan, membebaskan saluran pernapasan dari sumbatan yang menghalangi masuknya oksigen, memulihkan dan memperbaiki organ pernapasan agar berfungsi secara normal. Prosedur pemenuhan kebutuhan oksigen (o2) dalam pelayanan keperawatan dapat dilakukan dengan pemberian oksigen dengan menggunakan kanula dan masker, fisiotrapi dada, dan cara pengisapan lender.



A.      OKSIGENASI
1.       Inhalasi Oksigen
Memberi tambahan oksigen (O2) kepada pasien yang membutuhkan. Focus pengkajian tindakan ini adalah tanda-tanda vital (TTV); hasil analisa gas darag (AGD); tanda hipoksia, misalnya takikardi, takipnea, dan dispnea; tanda hiperkarbia, misalnya hipertensi dan sakit kepala; bunyi napas; kepatenan nares jika akan menggunakan kanula nasal; status mental; tanda-tanda keracunan oksigen, misalnya iritasi trakea, batuk, dan penurunan ventilasi paru.
Hal yang diperiksa sebelum memberikan oksigen (O2) di antaranya instruksi pemberian oksigen, meliputi alat pemberian dan kecepatan aliran oksigen yang diberikan (1/menit); kadar oksigen (PO2) dan karbon dioksida (PCO­2) (normal antara 35 – 45 mmHg) dan kadar oksigen dalam darah arteri (PaO2) (normalnya 80 – 100 mmHg) pasien; dan tentukan apakah pasien menderita penyakit paru obstruktif menahun (PPOM).
Osigen dibutuhkan untuk mempertahankan kehidupan. Perawat seringkali menemukan pasien yang tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigenasinya. Fungsi system pernapasan dan jantung adalah menyuplai kebutuhan oksigen tubuh.
Fisiologi jantung mencakup pengaliran darah yang membawa oksigen dari sirkulasi paru ke sisi kiri jantung dan jaringan serta mengalirkan darah yang tidak mengandung oksigen ke system pulmonary, fisiologi pernapasan meliputi oksigenasi tubuh melalui mekanisme ventilasi, perfusi, dan transport gas pernapasan, pengaturan saraf dan kimiawi mengontrol fluktuasi dalam frekuensi dan kedalaman pernapasan untuk memenuhi perubahan kebutuhan jaringan.

2.       ORGAN PERNAPASAN
1.       Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
2.       Faring
Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruang tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain: ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana; ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium; ke bawah terdapat 2 lubang; ke depan lubang laring; ke belakang lubang esophagus.
3.       Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Pangkal tenggorok itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang epiglottis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
4.       Trakea
Trakea atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C). sebelah dalam diliputi oleh selaput lender yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak kea rah luar. Panjang trakea 9-11 cm dan di belakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi otot polos. Sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan. Yang memisahkan trakea menajdi bronkus kiri dan kanan disebut karina.

5.       Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai stuktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lenih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru/gelembung hawa atau alveoli.
6.       Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa, alveoli). Gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90 m2. Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk kedalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan). Paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus (belah paru), lobus puimo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobules. Paru-paru kiri, terdiri dari 2 lobus (belah paru), terdiri dari puimo sinistra lobus superior dan lobus inferior.
3.       Fisiologi Pernapasan
Sebagian besar sel dalam tubuh memperoleh energi dari reaksi kimia yang melibatkan oksigen dan pembuangan koarbondioksida. Pertukaran gas pernapasan terjadi antara udara di lingkungan dan darah. Terdapat tiga langkah dalam proses oksigenasi, yakni: ventilasi, perfusi, dan difusi. (McCance dan Huether, 1994). Supaya pertukaran gas dapat terjadi, organ, saraf, dan otot pernapasan harus utuh dan sistem saraf pusat mampu mengatur siklus pernapasan.
Gambar struktur sistem pulmunal

4.       Struktur dan fungsi
Pernapasan dapat berubah karena kondisi atau penyakit yang mengubah struktur dan fungsi paru. Otot-otot pernapasan, ruang pleura, dan alveoli sangat penting untuk ventilasi, perfusi, dan pertukaran gas pernapasan (lihat table 4.1 di bawah)
GAMAR ALVEOLI DI UJUNG AKHIR JALAN NAPAS BAGIAN BAWAH






Tabel (4.1)
Struktur Anatomis Utama dan Fungsi Toraks
Otot-otot inspirasi
Diafragma
§  Kontraksi menyebabkan diafragma menjadi desenden, menyebabkan tekanan pleura yang negative dan peningkatan dimensi ventilasi paru, yang member kontribusi pada inflasi paru-paru. Peningkatan dimensi ventrikel dan penurunan tekanan intrapulmonal (negatif dengan pada tekanan atsmosfer) menyebabkan udara masuk ke dalam paru-paru.
Interkosta Eksternal
§  Kontraksi meningkatkan ujung arterior rangka, menyebabkan pergerakan ke arah dalam dank e arah luar. Hal ini meningkatkan dimensi anterior posterior pada toraks.
Otot-otot bantu
§  Otot bantu termasuk otot skalenus, strenokleidomastoid dan trapezius. Kontraksi meningkat pada pertama dua iga dan sternum.
Otot-otot Ekspirasi
§  Kontraksi mendorong rangka ke bawah dan ke dalam, sehingga menurunkan diameter anterior posterior thoraks.
Respirator Abdomen
§  Otot respirator abdomen termasuk otot rektus, abdomen transverses, oblique internal, dan oblique eksternal.


Kontraksi menekan rangka bawah, memaksa diafragma naik ke atas, dan menurunkan dimensi vertikel pada kapasitas toraks.
Ruang Fleura
§  Ruang Fleura adalah ruang berpotensial yang hanya selaput cairan yan tipis terletak di antara lapisan luar paru (pleura viseral) dan lapisan dalam pada kapasitas dada (pleura parietal). Ruang pleural memungkinkan gerakan paru-paru yang meluncur dan halus sepanjang dinding dada. Secara normal, udara tidak terlihat dalam ruang pleural.
Paru-Paru
Kiri (dua lobus) dan kanan (tiga lobus)
§  Paru-paru mentransfer oskigen dan atmosfer ke dalam alveoli dan karbondioksida (CO2) dari alveoli pada paru-paru untuk dikeluarkan sebagai limbah sampah. Paru-paru juga menyaring materi racun dari sirkulasi dan metabolisme senyawa seperti angiotensin I, bradikin, dan prostaglandin.
Laveoli
§  Alveoli mentransfer oksigen dan karbon dioksida ke dan dari darah melalui membran alveolar. Kantung udara yang kecil ini mengembang selama inspirasi, secara besar meningkatkan area permukaan di atas sehingga terjadi pertukaran gas.

5.       Ventilasi
Ventilasi merupakan proses untuk menggerakkan gas ke dalam dan keluar paru-paru. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan thoraks yang elastis dan persarafan yang utuh. Otot pernapasan inspirasi utama adalah diafragma. Diafragma dipersarafi oleh saraf frenik, yang keluar dari medulla spinalis pada vertebra servikal keempat.
6.       KERJA PERNAPASAN
Pernapasan adalah upaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan membuat paru berkontraksi. Kerja pernapasan ditentukan oleh tingkat kompliansi paru, tahanan jalan napas, keberadaan ekspirasi yang aktif, dan penggunaan otot-otot bantu pernapasan. Kompliansi adalah kemampuan paru distensi (Dettenmeier, 1992) atau mengembang sebagai respon terhadap peningkatan tekanan intraalveolar.














7.       PROSEDUR PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGEN
Prosedur pemenuhan kebutuhan oksigen dalam pelayanan keperawatan dapat dilakukan dengan pemberian oksigen dengan menggunakan kanula dan masker, fisiotrapi dada, dan cara pengisapan lender (suction).

a.       Kanula Nasal
Memberi  tambahanOpksigen kepada pasien melalui kanula nasal.
Tujuan
1.       Memberi oksigen dengan konsentrasi relative rendah jika hanya membutuhkan oksigen minimal.
2.       Member oksigen yang tidak terputus saat pasien makan atau pasien minum.
Perispan alat
1.       Tabung oksigen dan Flowmeter.
2.       Humidifier menggunakan cairan steril, air distilasi, atau air keran yang dimasak sesuai dengan kebijakan rumah sakit.
3.       Kanula nasal dan slang.
4.       Plester.
5.       Kasa jika perlu.
Prosedur Pelaksanaan
1.       Kaji kebutuhan terapi oksigen dan klarifikasi instruksi terapi.
2.       Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3.       Cuci tangan.
4.       Siapkan klien dan keluarga
a.        Bantu klien memperoleh posisi semi-Fowler jika memungkinkan.
Posisi ini memudahkan ekspensi dada sehingga klien lebih mudah bernapas.
b.       Jelaskan bahwa oksigen akan mengurangi ketidaknyamanan akibat dispnea dan tidak menimbulkan bahaya jika petunjuk keamanan diperhatikan. Informasi kepada pasien dan keluarga tentang petunjuk keamanan yang berhubungan dengan pengunaan oksigen.
3.       Siapkan peralatan oksigen dan humidifier.
Gambar manometer dan humidifier

4.       Putar kenop oksigen hingga diperoleh kecepatan aliran yang sesuai dengan instruksi dan pastikan peralatan berfungsi dengan baik.
a.        Pastikan oksigen mengalir dengan bebas melalui slang dan Anda dapat merasakan oksigen keluar dari kanula nasal. Tidka terdengar bunyi slang, sambungan tidak bocor, dan terdapat gelembung udara pada humidifier saat oksigen mengalir melewati air.\
b.       Atur kecepatan aliran oksigen sesuai dengan terapi yang di rekomendasikan.
5.       Pasang kanula nasal pada wajah pasien dengan lubang kanula masuk ke dalam hidung dan karet pengikat melingkari kepala pasien. Beberapa model memiliki karet pengikat yang ditarik ke bawah dagu.
6.       Fiksasi kanula nasal dengan plaster.
7.       Gunakan kasa sebagai alas karet pengikat pada area telingan dan pipi jika perlu.
8.       Lakukan evaluasi umum pada pasien dalam 15 – 30 menit pertama, bergantung pada kondisi pasien. Selanjutnya, lakukan evaluasi umum secara teratur yang meliputi pengkajian tingkat kecemasan; kemudahan bernapas ketika alat dipasang; TTV; pola napas; pergerakan dada; warna kulit; kuku; bibir; telinga; membrane mukosa hidung; mulut dan faring; tnda hipoksia; tanda hiperkarbia; bunyi napas bilateral; AGD; toleransi aktivitas; adanya takikardi; dispnea; konfusi; kelelahan; dan sianosis.
9.       Kaji adanya iritasi pada lubang hidung pasien dan berikan pelumas pada membrane mukosa jika perlu.
10.    Inspeksi peralatan secara teratur. Periksa volume kecepatan aliran oksigen dan ketinggian cairan steril pada humidifier dalam 30 menit dan ketika memberi perawatan pada pasien. Pertahankan ketinggian air di dalam humidifier dan pastikan petunjuk keamanan dipatuhi.
11.    Dokumentasikan hasil pengkajian, terapi yang diberikan, dan data yang relevan dalam dokumentasi keperawatan.

b.       Kateter Nasal
1.       Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2.       Cuci tangan.
3.       Atur aliran oskigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, biasanya 1 – 6 liter/menit. Kemudian, observasi humidifier dengan melihat air bergelembung.
4.       Atru dengan semi-Fowler.
5.       Ukur kateter nasal dimulai dari lubang telinga sampai ke hidung dan berikan tanda.
6.       Buka saluran udara dari tabung oksigen.
7.       Berikan minyak pelumas (vaselin/jeli).
8.       Masukkan ke dalam hidung sampai batas yang ditentukan.
9.       Lakukan pengecekan kateter apakah sudah masuk atau belum dengan menekan lidah pasien menggunakan spatel (akan terlihat posisinya di belakang uvula).
10.    Fiksasi pada daerah hidung.
11.    Periksa kateter nasal setiap 6 – 8 jam.
12.    Kaji cuping, septum, dan mukosa hidung serta periksa kecepatan aliran oksigen setiap 6 – 8 jam.
13.    Catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian dan respon pasien.
14.    Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

c.        Masker oksigen
1.       Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2.       Cuci tangan.
3.       Atur posisi dengan semi-Fowler.
4.       Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan (umumnya 6 -10 L/menit). Kemudian observasi humidifier pada tabung air yang menunjukkan adanya gelembung.
5.       Tempatkan masker oksigen di atas mulut dan hidung pasien dan atur pengikat untuk kenyamanan pasien.
6.       Periksa kecepatan aliran tiap 6 – 8 jam, catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian, dan respon pasien.
7.       Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

d.       Fisiotrapi Dada
Fisiotrapi dada merupakan tindakan keperawatan dengan melakukan drainase postural, clapping dan vibrating pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan, misalnya penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) (brobkitis kronis, asma, dan emfisema). Tindakan drainase postural merupakan tindakan dengan menempatkan psien dalam berbagai posisi untuk mengalirkan secret di saluran pernapasan. Tindakan drainase postural diikuti dengan tindakan clapping (penepukan) dan vibrasi. Calpping dilakukan dengan menepuk dada posterior dan memberikan getaran (vibrasi) tangan pada daerah tersebut yang dilakukan pada saat pasien ekspirasi. Tindakan drainase postural tidak dapat dilakukan pada pasien dengan penyakit jantung, hipertensi, peningkatan intracranial, dispnea berat, dan lansia. Clapping tidak dapat dilakukan pada pasien emboli paru, hemoragi, eksaserbasi, dan nyeri hebat (pasien kanker).
Tujuan
1.       Meningkatkan efisiensi pola pernapasan.
2.       Membersihkan jalan napas.
Alat dan bahan
1.       Pot sputum berisi desinfektan
2.       Kertas tisu
3.       Dua  balok tempat tidur (untuk drainase postural)
4.       Satu bantal (untuk drainase postural)
5.       Stetoskop
Prosedur kerja
Drainase postural
1.       Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
2.       Cuci tangan.
3.       Atur posisi:
a.        Semi-Fowler bersandar ke kanan, ke kiri lalu ke depan apabila daerah yang akan didrainase pada lobus atas bronkus apical.
b.       Tegak dengan sudut 450 membungkuk ke depan pada bantal dengan 450 ke kiri dan kanan apabila daerah yang akan didrainase bronkus posterior.
c.        Berbaring dengan bantal di bawah lutut apabila yang akan didrainase bronkus posterior.
d.       Posisi trendelenburg dengan sudut 300 atau dengan menaikkan kaki tempat tidur 35 – 40 cm, sedikit miring ke kiri apabila yang akan didrainase pada lobus tengah (bronkus lateral dan medial).
e.        Posisi trendelenburg dengan sudut 300 atas dengan menaikkan  kaki tempat tidur 35 – 40 cm, sedikit miring ke kanan apabila daerah yang didrainase bronkus superior dan inferior.
f.         Condong dengan bantal di bawah panggul apabila yang didrainase bronkus apical.
g.        Posisi trendelenburg dengan sudut 450 atau dengan menaikkan kaki tempat tidur 45 – 50 cm ke samping kanan, apabila yang akan didrainase bronkus medial.
h.       Posisi trendelenburg dengan sudut 450 atau dengan menaikkan kaki tempat tidur 45 – 50 cm ke samping kiri, apabila yang didrainase bronkus lateral.
i.         Posisi trendelenburg condong dengan sudut 450 dengan bantal di bawah panggul, apabila yang akan didrainase bronkus posterior.
4.       Lama pengaturan posisi pertama kali adalah 10 menit, kemudian periode selanjutnya kurang lebih 15 – 30 menit.
5.       Lakukan observasi tanda vital selama prosedur.
6.       Setelah pelaksanaan drainase postural lakukan clapping, vibrasi dan pengisapan (suction).
7.       Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

Clapping dan Vibrasi
1.       Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
2.       Cuci tangan.
3.       Atur posisi sesuai dengan drainase postural dan lokasi paru.
4.       Lakukan clapping atau vibrasi pada:
a.        Seluruh lebar bahu atau meluas beberapa jari ke klavikula apabila daerah paru yang perlu di-clapping/vibrasi adalah daerah bronkus apical.
b.       Lebar bahu masing-masing sisi apabila yang akan di­-clapping dan vibrasi adalah daerah bronkus anterior.
c.        Dada depan di bawah klavikula, apabila yang akan di-clapping dan vibrasi adalah daerah bronkus anterior.
d.       Anterior dan lateral dada kanan dan lipat ketiak sampai midanterior dada apabila yang di-clapping dan vibrasi adalah daerah lobus tengah (bronkus lateral dan medial).
e.        Lipat ketiak kiri sampai midanterior dada apabila yang di-clapping dan vibrasi adalah daerah bronkus superior dan inferior.
f.         Sepertiga bawah kosta posterior kedua sisi, apabila yang di-clapping dan vibrasi adalah daerah bronkus apical.
g.        Sepertiga bawah kosta posterior kedua sisi, apabila yang di-clapping dan vibrasi adalah daerah bronkus medial.
h.       Sepertiga bawah kosta posterior kanan apabila yang di-clapping dan vibrasi daerah bronkus lateral.
i.         Sepertiga bawah kosta posterior kedua sisi, apabila yang di-clapping dan vibrasi adalah daerah bronkus posterior.
5.       Lakukan clapping dan vibrasi selama kurang lebih 1 menit.
6.       Setelah dilakukan tindakan drainase postural, clapping dan vibrasi dapat dilakukan tindakan pengisapan lendir.
7.       Lakukan auskultasi pada daerah paru yang dilakukan tindakan drainase postural, clapping dan vibrasi.
8.       Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

Pengisapan lendir
Pengisapan lendir (suction) merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu mengeluarkan secret atau lendir secara mandiri dengan menggunakan alat pengisapan.
Tujuan
1.       Membersihkan jalan napas.
2.       Memenuhi kebutuhan oksigenasi.
Alat dan bahan
1.       Alat pengisapan lendir dengan botol berisi larutan desinfektan.
2.       Kateter pengisap lendir steril.
3.       Pinset steril.
4.       Sarung tangan steril.
5.       Dua kom berisi larutan aquades atau NaCl 0,9% dan larutan desinfektan.
6.       Kasa steril.
7.       Kertas tisu.
8.       Stetoskop.


Prosedur kerja
1.       Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakabn.
2.       Cuci tangan.
3.       Tempatkan pasien pada posisi terlentang dengan kepala miring kea rah perawat.
4.       Gunakan sarung tangan.
5.       Hubungkan kateter pengisap dengan slang alat pengisap.
6.       Mesin pengisap dihubungkan.
7.       Lakukan pengisapan lendir dengan memasukkan kateter pengisap ke dalam kom berisi aquades atau NaCl 0,9% untuk mempertahankan tingkat kesterilan (asepsis).
8.       Masukkan kateter pengisap dalam keadaan tidak mengisap.
9.       Gunakan alat pengisap dengan tekanan 110 – 150 mmHg untuk dewasa, 95 – 110 mmHg untuk dewasa anak-anak, dan 50 – 95 mmHg untuk bayi (Potter & Perry, 1995).
10.    Tarik dengan memutar kateter pengisap tidak lebih dari 15 detik.
11.    Bilas kateter dengan aquades atau NaCl 0,9%.
12.    Lakukan pengisapan antara pengisapan pertama dengan berikutnya. Minta pasien untuk bernapas dalam dan batuk. Apabila pasien mengalami distress pernapasan, biarkan istirahat 20 – 30 detik sebelum melakukan pengisapan berikutnya.
13.    Setelah selesai, kaji jumlah, konsistensi, warna, bau secret, dan respon pasien terhadap prosedur yang dilakukan.
14.    Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.



DAFTAR PUSTAKA
Tarwoto & wartonah. 2011. Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan. Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.  
Tarwoto & wartonah. 2006. Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika. Aziz, A. Alimul Hidayat., S.Kp & Musrifatul Uliyah., S.Kp. 2004. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC. 
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep, Proses, dan Praktik. Vol. 1. Edisi-4. Jakarta: EGC.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep, Proses, dan Praktik. Vol. 2. Edisi-4. Jakarta: EGC.






0 comments: